DakwahSejarah

3 Penopang Keunggulan Peradaban Islam

Oleh: Rahmah Khairani, S.Pd

Awal Peradaban Tercipta

Memang cukup menarik membahas sejarah sebuah peradaban, apalagi Peradaban Islam sebab kita dapat mengambil pelajaran mahal dari sana untuk membangun peradaban baru dengan tidak mengulangi sebab-sebab keruntuhan peradaban sebelumnya. Termasuklah peradaban yang hari ini sedang kita pijaki, seharusnya tidak luput dari pengkajian kita mengenai kapasitasnya layak atau tidak untuk dipakai oleh masyarakat. Sebab, cita-cita masyarakat cukup sederhana, mereka hanya butuh hidup sejahtera, aman, dan bahagia. Bila yang terjadi justru sebaliknya, maka boleh jadi hal itu akan menjelma menuju sebab-sebab keruntuhannya. “Orang-orang yang paling berbahaya adalah orang yang memahami sejarah, dan mereka mampu mempengaruhi orang lain untuk masa depannya.” Demikian salah satu qoute dari diskusi santai Ustadz Felix Shiauw dengan Ustadz Ismail Yusanto di kanal Youtube UIY Official beberapa waktu yang lalu.

Sepanjang sejarah manusia dari awal di muka bumi, bumi ini telah diisi dengan banyak peradaban yang berkuasa silih berganti. Kekuasaan di bumi telah ditetapkan Allah Ta’ala. di dalam QS. Al-Baqarah: 30. Allah ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 

Dari ayat tersebut tersurat kehendak Allah Ta’ala. untuk menjadikan ‘pemimpin’ yang akan memakmurkan bumi. Imam Al-Qurthubi di dalam tafsir Ibnu Katsir menyimpulkan bahwa dalil ayat ini maksudnya adalah wajib mengangkat seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang zalim dari kalangan mereka, menegakkan hukuman-hukuman had, dan memperingatkan mereka dari perbuatan-perbuatan keji serta hal-hal lainnya yang penting dan tidak dapat ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula (ibnukatsironline.com).

Pada faktanya, apa yang dikhawatirkan oleh para malaikat telah terjadi dan berlangsung terus menerus di bumi. Makhluk yang diciptakan Allah Ta’ala. tersebut (manusia) senantiasa merusak dan menumpahkan darah di bumi. Namun, disisi lain tidak sedikit pula yang mengadakan perbaikan dan menciptakan kedamaian. Inilah yang disebut bahwa ilmuNya melebihi ilmu yang dititipkan pada makhluk-makhlukNya. Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Perbaikan yang tercipta dari manusia ini berasal dari ad-diin yang diturunkan oleh Allah Ta’ala. melalaui rasulNya nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Itulah Islam yang menjadi agama sekaligus sistem kehidupan yang mengatur hubungan manusia kepada Robbnya, manusia lain, dan dirinya sendiri. Maka sebaliknya, kerusakan dan pertumpahan darah yang dilakukan oleh manusia dapat dipastikan karena tidak menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Konsekuensinya, manusia mengambil aturan dari diri mereka sendiri untuk diterapkan. Sebagaimana peradaban yang sedang kita tinggali sekarang menjadikan produk akal manusia, yakni sekulerisme sebagai asasnya.

Rapuhnya Peradaban Sekulerisme

Pertanyaannya, apakah peradaban sekulerisme memiliki kapasitas untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang sederhana tadi!? Untuk menjawabnya cukup dengan melihat realitas segudang problematika masyarakat hari ini. Peperangan antar negara, pembantaian manusia, penjajahan dengan neo-imperialisme dan neo-liberalisme, penerapan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, lemahnya ketahanan pangan, rapuhnya ketahanan keluarga, rusaknya moral generasi muda, dan masih banyak lagi persoalan urgen yang cukup menjadi bukti abainya penguasa mengurus rakyatnya di sistem ini. Sehingga sebuah keniscayaan bila sistem kehidupan seperti ini akan ditinggalkan oleh pengusungnya kemudian hancur dan binasa suatu saat nanti.

Baca Juga :

Rapuhnya peradaban sekulerisme terlihat dari hipokritnya negara-negara adidaya dalam memandang masalah. Misalnya standar ganda HAM untuk persoalan antara umat Islam dengan umat lainnya. Tudingan-tudingan negatif kepada Syari’ah dan pejuangnya yang mendeskreditkan umat Islam. Ilusi kesejahteraan dengan penerapan ekonomi kapitalisme yang membagi dunia dengan 99% untuk 1%. Pandangan sekuler dan liberal seperti ini memberikan efek domino ke persoalan-persoalan di bawahnya, sehingga problematika masyarakat semakin hari semakin kompleks.

Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah sistem alternatif yang lebih baik dibandingkan sistem sekulerisme ini. Keberadaannya harus dipastikan memiliki tumpuan yang kuat dan penopang yang kokoh agar cita-cita umat dapat diraih. Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam yang telah terbukti dapat meraih masa keemasannya selama lebih dari 13 abad di muka bumi. Itu semua karena kemuliaan dan ketinggian diin al Islam semata.

3 Penopang Peradaban Islam

Keunggulnya peradaban Islam di atas peradaban-peradaban lain yang pernah ada, karena ditopang 3 hal. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menulis dalam kitabnya Nizham al Islam pada bab Al-Qiyadah Al-Fikriyyah, perbedaan antara tiga ideologi (kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan Islam) yang ada di dunia disertai uraian pemikiran dan metodenya.  Dari sana dapat diketahui penopang keunggulan peradaban Islam adalah sebagai berikut:

Pertama, Individu yang Bertaqwa

Masyarakat di dalam peradaban Islam adalah kumpulan dari individu-individu yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Taqwa ini dikondisikan dari sistem Pendidikan yang berlandaskan aqidah Islam. Pendidikan Islam mencetak manusia-manusia yang senatiasa menghadirkan hubungan segala aktifitasnya di dunia dengan penghisaban mereka kelak di akhirat. Mereka menyesuaikan aktivitasnya dengan perintah-perintah dan larangan Allah ta’ala. Sehingga tercipta kontrol diri terhadap perkara yang buruk dan dorongan kuat untuk melakukan perkara yang ma’ruf. Maka tidak heran di era kejayaannya, Islam melahirkan orang-orang genius, seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Abdul Wafa, Fatimah Al-Fihri, Al-Jazari, Al-Farabi, Ibnu Haytham, Maryam Al-Asturlabi, Abbas Ibnu Firnas, dan masih banyak lagi. Mereka adalah para pencipta dan penemu hebat yang karyanya tak lekang oleh waktu. Namun, mereka juga ahli di bidang agama karena adanya penyatuan akitvitas dunia dan akhirat oleh ketaqwaan mereka tersebut. Keutamaan mereka di bidang agama tidak menjadikan mereka eksklusif, justru sebaliknya mereka berkarya untuk umat lintas agama, ras, suku, dan bangsa. Sebab Islam memandang masyarakat dengan pandangan yang integral alias tidak terpecah-pecah.

Kedua, Masyarakat yang beramar ma’ruf dan nahi munkar

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamatlah semuanya” (HR. Bukhari). Hadits di atas menggambarkan akibat yang akan terjadi apabila tidak ada aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kerusakan dapat terus terjadi bila orang-orang baik terus diam dan tidak berbuat apapun untuk menghentikannya. Sebaliknya, kebaikan pada sebuah masyarakat dapat tumbuh karena kebaikan kolektif dari masyarakatnya yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Dengan demikian, di dalam peradaban Islam sebuah perbuatan maksiat tidak dibiarkan begitu saja. Masyarakat akan segera menyadarinya dan berusaha untuk mencegah keburukannya dengan nasihat yang baik.

Ketiga, Negara yang melaksanakan hukum syara’

Ketaqwaan individu dan kontrol masyarakat dibingkai dengan negara yang melaksanakan hukum syara’. Negara wajib melindungi jamaah dan individu dan menerapkan aturan di tengah-tengah masyarakat. Sanksi yang diterapkan negara berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah bersifat jawabir (penebus dosa di akhirat) dan zawajir (memberikan efek jera). Selain itu, negara juga melakukan pencegahan segala perbuatan maksiat dengan edukasi dan menutup celah-celahnya baik di dunia nyata maupun dunia maya. Suasana keimanan senantiasa ditumbuh suburkan, dan keagungan penerapan hukum Islam terpampang kepada seluruh manusia yang menyaksikannya.

Inilah 3 penopang peradaban Islam yang khas dan sangat kokoh. Jauh berbeda dengan peradaban sekuler hari ini yang sangat rapuh dan sedang diujung tanduk. Tak rindukah kita untuk memasuki gerbangnya sekali lagi? Maka perjuangan adalah langkah nyata yang harus mengalir pada generasi pemuda Islam abad ini. Allah Ta’ala. berfirman, “Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dnegan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” Wallahu’alam bish showab

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button