
Idemuslim.com, FIQIH — Wudhu’ adalah amalan bersuci yang harus dikerjakan jika seorang Muslim hendak melakukan aktivitas sholat. Dengan membasuh bagian tubuh yang menjadi bagian dari anggota wudhu. Ini tidak menjadi masalah jika anggota tubuhnya sehat. Yang menjadi permasalahan adalah apabila seseorang mempunyai luka di anggota tubuh bagian wudhu’. Apalagi jika luka tersebut sampai dibalut dengan plester obat atau perban. Dengan itu, seseorang harus berhati-hati dalam berwudhu agar lukanya tidak terpengaruh.
Sementara Syarat sah wudhu adalah membasuh seluruh anggota tubuh. Lantas, bagaimana jika ada luka yang dibalut?
Sebelum itu, kita harus mendefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Jabiroh.
Pengertian Jabiroh
Jabiroh adalah perban atau sesuatu yang menutupi bagian dari anggota tubuh yang mana saja, dan penutup ini menghalangi air untuk masuk ke kulit. Lalu bagaimana dengan hukumnya? jika seandainya tidak dikhawatirkan terjadi sesuatu yang berbahaya maka perban tersebut lebih baik dibuka saja. Namun, apabila khawatir dapat memperlambat kesembuhan maka boleh tetap digunakan.
Cara Berwudhu Anggota Badan yang Diperban
- Seseorang berwudhu’ sampai kepada bagian batas akhir anggota tubuh yang terdapat perban.
- Kemudian bertayamum pada bagian anggota tubuh yang diperban yang basuhannya tidak sempurna dengan wudhu. Tayamum yang dilakukan sama seperti tayamum biasanya, yaitu dengan debu, lalu mengusap wajah dan kedua tangan.
- Membasuh kembali anggota tubuh yang tidak terdapat perban (luka).
- Mengusap di atas bagian anggota wudhu yang diperban. Mengusap disini sebagai pengganti membasuh. Mengusapnya tidak perlu sampai basah, hanya sekedar di atas perban tersebut. Jika luka itu tidak diperban, maka tidak perlu diusap.
- Kemudian, menyempurnakan wudhu pada anggota tubuh yang sehat (tidak terdapat perban).
Cara Mandi (junub) pada Anggota Badan Yang Diperban
Seseorang dapat memilih untuk mengawalkan mandi terlebih dahulu atau mengakhirkan tayamum. Yang lebih afdhol adalah dengan mendahulukan tayamum kemudian mandi. Karena mandi dapat menghilangkan bekas debu pada saat tayamum tadi. Sebagaimana yang dikatakan shohib (Sofwatu Azzubad). “Bagi seseorang yang junub, biarkan ia memilih, ingin mendahulukan mandi atau tayamum”.
Bagaimana hukum semisal seseorang yang diperban bagian anggota tubuhnya hendak melakukan shalat fardhu yang lain, sementara wudhu sebelumnya tidak batal?
- Dalam keadaan wudhu, maka ia hanya melakukan tayammum saja. Ini menurut Imam An-Nawawi. Dan menurut Imam Ar-Rafi’i, ia bertayamum dan membasuh anggota tubuh yang diperban saja.
- Dalam keadaan mandi, maka seseorang hanya melakukan tayammum saja.
Hukum Shalat bagi seseorang yang Anggota Badannya Diperban. Apakah harus di Qadha?
- Apabila perbannya di anggota tubuh (wajah atau tangan), maka wajib atasnya qadha secara mutlak. Karena ketika ia melakukan tayammum terdapat sesuatu yang kurang pada usapannya, dan ketika ia melakukan wudhu, ada yang kurang dari wudhunya.
- Apabila perbannya terdapat di bagian yang tidak termasuk anggota tayamum (semisal; kaki). Maka harus ditinjau terlebih dahulu :
- Ia wajib membasuh seluruh yang ada di kaki, kemudian bertayamum di anggota tubuh yang diperban, lalu mengusapnya dengan debu. Mengusapnya disini sunnah bukan wajib. Maka ia tidak perlu mengqadha shalat.
- Jika seandainya perban itu tidak lebih dari yang dibutuhkan, maka perlu diperhatikan :
- Apabila perbannya tidak lebih dari luka (meletakkan perban sesuai dengan ukuran luka), kemudian ia thaharah (wudhu), maka tidak wajib qadha.
- Apabila perbannya lebih dari luka, kemudian ia tidak berthaharah, atau banyak mengambil ukuran untuk memperban, baik ia melakukan thaharah atau tidak, maka ia wajib qadha.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa orang yang diperban tidak wajib qadha :
“Tidak perlu qadha, apabila perbannya sebatas luka atau sudah wudhu sebelumnya. Dan apabila perban terdapat di wajah atau di tangan, maka ia wajib mengqadha secara mutlak”.
Apabila lukanya ringan, tidak perlu diperban. Maka wajib atasnya membasuh semua yang tidak luka, dan bertayamum pada yang luka, maka ia tidak perlu qadha dengan syarat lukanya terbuka dan tidak diperban.
Terdapat pendapat lain, terkait seseorang yang menggunakan perban tidak wajib Qadha. Ini pendapat imam nawawi, yang asalnya adalah pendapat imam muzani. Sebab setiap sholat, diwajibkan ketika sudah masuk waktunya. Meskipun terdapat kekurangan (dalam wudhu atau tayamum) maka ia tidak perlu qadha, dikarenakan ia sudah iltizam terhadap waktu ketika masuk shalat. Sementara diwajibkan qadha ketika ada sebab-sebab yang baru.
Sebab-sebab Yang Membatalkan Tayammum
- Segala sesuatu yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum, apabila ia bertayamum dari hadas kecil. Namun, apabila ia bertayamum dari hadas besar (ex: junub) maka ia tidak membatalkan wudhu’.
- Murtad, karena tayamum adalah thaharah dhaifah.
- Menduga adanya air, tetapi ia bertayamum. Ini perlu diperhatikan:
- Apabila sebelum masuk waktu shalat, seseorang bertayamum dan tidak terdapat penghalang untuk mendapatkan air. Maka batal dugaannya. Dan yakin terdapat air lebih utama.
- Apabila sebelum masuk waktu shalat, seseorang bertayamum disebabkan terdapat penghalang untuk mendapatkan air. Kemudian setelah bertayamum ia mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan air, maka batal tayamumnya.
- Apabila setelah masuk waktu shalat, ia bertayamum, kemudian ia menduga terdapat air. Terdapat perincian:
》Jika tayamumnya termasuk tayamum yang tidak dapat menggugurkan shalat, seperti tayamumnya orang yang hadir (mukim), maka tayamum dan shalatnya batal. Shalat tidak perlu dilanjutkan sebelum berwudhu dengan air.
》Jika tayamumnya termasuk tayamum yang dapat menggugurkan shalat, seperti tayamumnya musafir maka tayamum dan shalatnya tidak batal. Shalatnya harus dilanjutkan. Tetapi lebih baik, membatalkan shalat, kemudian shalat dengan wudhu ketika sudah mendapatkan air.
Permasalahan Ketidakadaan Air dan Debu
Hukum seseorang yang shalat tanpa wudhu dan tayammum :
- Wajib shalat fardhu untuk menghormati waktu.
- Jika seandainya ia junub, ia tidak boleh membaca Qur’an kecuali membaca surah al fatihah.
- Tidak boleh menjadi imam shalat.
- Wajib untuk qadha shalat.
Hukum shalat apabila seseorang menemukan salah satu dari keduanya (air atau debu) setelah shalat :
Apabila seorang menemukan air maka wajib atasnya qadha, baik ditemukan air dalam waktu shalat atau diluar waktu shalat:
- Apabila ia menemukan air sebelum keluar waktu shalat, maka ia wajib mengulang shalat jika waktu shalat masih ada.
- Apabila ia menemukan air sesudah keluar waktu shalat (waktu shalat sudah habis), maka harus diperhatikan: Kewajiban qadha dapat gugur dengan tayamum, dengan cara ia harus melakukan tayamum untuk mengulang sholat, dengan melakukan tayamum di tempat yang paling sering kehilangan air. Kewajiban qadha tidak dapat gugur dengan tayammum, Tidak perlu tayammum untuk mengulang shalat, dengan shalat di tempat yang banyak airnya, karena tidak ada gunanya mengulanginya, karena ia harus mengqadha nanti jika ditemukan air.
Kapan Seseorang Yang Bertayamum Wajib Mengqadha Shalat?
Ada 8 keadaan:
- Musafir yang melakukan perjalanan maksiat.
- Kehilangan air di tempat yang paling mungkin ada: baik di keadaan mukim atau di perjalanan.
- Seseorang yang lupa bahwa ketika safar ia membawa air.
- Ketika safar membawa air, tetapi ditemukan airnya hilang. Ia tidak perlu mengqadha ketika sudah mencari dengan sungguh-sungguh. Namun, ketika ia tidak mencari dengan sungguh-sungguh maka wajib atasnya Qadha shalat.
- Alasan cuaca.
- Orang yang bertayamum sebab adanya perban di anggota tayammum.
- Orang yang bertayammum sebab adanya perban di selain anggota tayamum, kemudian terdapat hadas, atau adanya perban yang ditembalut lebih dari ukuran luka.
- Terdapat najis di tangannya tapi tidak ditemukan air.
Kapan Tidak Diperlukan Qadha Orang Yang Bertayamum?
Ada 14 keadaan :
- Ditempat yang sangat susah ditemukan air.
- Air yang cukup hanya untuk makan dan minum. Namun tidak cukup untuk berwudhu’.
- Tidak ada alat untuk menimba/memompa air.
- Terdapat ancaman musuh atau binatang buas.
- Takut kecelakaan, semisal takut tenggelam ketika ingin mengambil air dari atas kapal.
- Orang yang sakit dan dikhawatirkan semakin parah sakitnya ketika menggunakan air.
- Orang yang sakit, dikhawatirkan memperlama kesembuhannya.
- Orang yang sakit, dikhawatirkan menambah penyakitnya.
- Ketakutan orang yang sakit yang nantinya dikhawatirkan mengakibatkan adanya aib pada anggota tubuhnya yang dzohir
- Membutuhkan air bagi hayawanun muhtaram.
- Perlu menjual air untuk persediaan atau membayar hutang.
- Adanya air, tetapi dijual dengan harga mahal dari harga biasanya.
- Ketidakmampuan untuk membeli air.
- Membutuhkan air untuk persediaan atau membayar hutang.
Seseorang Tidak Sah Tayamumnya Kecuali dengan Tayamum Orang Lain?
Dalam permasalahan shalat jenazah, tidak sah bagi jamaah untuk melakukan tayamum kecuali dia melakukan tayamum untuk almarhum; karena tayamum seorang jamaah tidak memasuki waktunya kecuali dengan memandikan jenazah atau melakukan tayammum.
Perbedaan Tayamum dan Wudhu’
Tayammum | Wudhu |
Niatnya : berniat istibahah (Nawaitu istibaahah As-sholah) | Niatnya : Raf’ul Hadats |
Tidak boleh melakukan tayamum kecuali setelah masuk waktu shalat | Boleh berwudhu’ sebelum masuk waktu shalat |
Menempati maqam Ghusl | Tidak menempati maqam Ghusl |
Tidak boleh menggabungkan dengan tayamum dengan dua fardhu | Boleh menggabungkan dua fardhu atau lebih |
Thaharah yang lemah | Thaharah yang kuat |
Batal tayammum disebabkan murtad | Tidak batal wudhu disebabkan murtad |
Wajib menghilangkan najis terlebih dahulu | Tidak wajib menghilangkan najis sebelumnya |
Wajib berijtihad kiblat shalat terlebih dahulu menurut Ibnu Hajar | Tidak wajib berijtihad kiblat |
Tayammum hanya pada wajah dan kedua tangan saja | Wudhu’ pada bagian wajah, kedua tangan,kepala, dan kedua kaki |
Tidak sah tayamum dengan niat tayammum (Nawaitu tayammum) | Sah dengan niat Wudhu (Nawaitu Al wudhu) |
Tidak disunnahkan pengulangan tiga kali | Disunnahkan pengulangan tiga kali |
Tidak disunnahkan mengusap jenggot | Disunnahkan mengusap jenggot |
Tidak wajib menyampaikan debu ke rambut | Wajib menyampaikan air ke rambut |
Orang yang sarafnya dalam keadaan maksiat wajib mengqadha shalat | Tidak mengqadha shalat orang yang safar dalam keadaan maksiat |
Tidak shalat fardhu dengan niat shalat sunnah | Dibolehkan shalat fardhu dengan niat shalat sunnah |
Tidak disunnahkan memperbaharui tayammum | Disunnahkan memperbaharui wudhu |