
Idemuslim.com, MILLENIAL TALK — Anti arab dan anti islam hampir beda tipis, karena narasi “Jadi muslim yang baik tidak harus kearab-araban, dalam artian tidak perlu menjadi seperti orang Arab atau mengikuti budaya Arab” narasi yang sering di gemborkan di nusantara kita agar di bilang sangat toleransi.
Namun narasi tersebut itu di tunjukkan untuk mereka muslim yang menggunakan jilbab, cadar, celana cingkrang, berjanggut, berpakaian seperti orang Arab, berbicara berbahasa Arab dan rajin beribadah, di tuduh pula intoleransi, primitif atau bahkan menjadi sumber radikalisme mirisnya perkataan itu keluar dari mereka yang mengaku dirinya intelektual muslim.
Sebenarnya yang perlu dikoreksi adalah jika pernyataan “Jadi muslim yang baik tidak harus kearab-araban, dalam artian tidak perlu menjadi seperti orang Arab atau mengikuti budaya Arab” ini diterjemahkan sebagaimana sudut pandang Kemal Pasha dulu di Turki. Pemahaman yang salah berimplikasi ke banyak hal. Azan diubah menjadi dalam bahasa Turki, Qur’an semua hanya berupa terjemahan, dan segala yang berbau bahasa Arab dilarang.
Sikap yang hanya menyalahkan Islam kearab-araban merupakan kebijakan Mustafa Kemal Atatürk yang berupaya menghapus identitas Arab dari dunia Islam khususnya Turki sehingga cita-cita bangkitnya masyarakat muslim sesuai nafs Islam sulit terealisasikan. Banyak kebijakan-kebijakan sekuler yang di buat oleh Mustafa Kemal Ataturk seperti menyatakan azan dalam bahasa arab merupakan pelanggaran. Bagi perempuan, Kemal melarang pemakaian jilbab, mengakhiri poligami, dan mewajibkan pernikahan sipil.
Padahal kalau kita mau melihat secara historis, bahwa islam yang ke arab-araban menjadi suatu fenomena yang di gemari di timur dan barat. Pada saat itu eropa yang berabad-abad mengalami fase kegelapan yang hebat menjadi bangsa yang beradab semenjak islam datang, banyak orang barat yang memakai identitas islam yang kearab-araban karena majunya peradaban islam yang datang dari arab.
Baca Juga :
- Suami KDRT Kepada Istri, Bolehkah Dalam Islam?
- Malu bukan Malu-Maluin!
- Kunci Kebahagiaan Dunia
- Dakwah Itu Ngurusin Orang Lain?
Sering kali istilah kearab-araban di artikan intoleran tidak pacasilais.
Istilah ini akan melahirkan sebuah polemik anti Arab. Agak heran kenapa yang ditolak itu budaya Arab saja dan tidak disebutkan menolak budaya Barat juga? Apakah karena arab menjadi peradaban awal islam? Apakah karena anti islam namun berkedok anti arab?
Umat islam kini di beri tantangan untuk mampu memilah dan memilih. Contohnya seperti menutup aurat adalah ajaran islam, bukan budaya arab, jadi hukumnya wajib. Dan menjalankannya dilindungi undang-undang. Aturannya jelas dalam Al-Qur’an juga hadist.
Sekalipun segelintir orang mengatakan jilbab merupakan budaya Arab, akan tetapi pendapat ini tidak didukung bukti kuat. Sebelum datangnya Islam, perempuan Arab tidak memakai jilbab sebagaimana sekarang, bahkan tidak sedikit yang berbusana terbuka ketika mengelilingi Kabah.
Pria Muslim di Indonesia tidak harus memakai gamis, sepanjang sudah menutup aurat. Ini persoalan pilihan. Ingin menjadikan batik sebagai busana harian, juga tidak bertentangan dan seperti memilih mengucapkan salam sesuai ajaran islam walaupun bukan kewajiban, pantaskah kita menghakimi bahwa nilai keindonesiaan seorang muslim di tanah air jadi berkurang? ya tentu tidak.
Budaya tetap budaya tidak bisa dijadikan ajaran Islam. Memang harus diakui, diberbagai penjuru dunia, terdapat berbagai suku dengan budaya dan hukum adatnya namun Islam tidak mengharamkan untuk menggunakan budaya dan hukum adat yang sesuai syariat islam, asal budaya
tidak dianggap sebagai ajaran agama yang wajib dijalankan.
Jangan sampai isu bahaya Islam kearab-araban ini hanya dijadikan alat-alat politik semata untuk mempertahankan kekuasaannya seperti yang dilakukan Mustafa Kemal atau karena ada penyakit di dalam hatinya. Dan Jangan sampai seakan-akan kedudukan budaya lebih tinggi dari hal-hal yang diwajibkan Allâh Azza wa Jalla.
Islam bukan budaya Arab, akan tetapi Islam adalah agama Allâh Azza wa Jalla yang sempurna, diturunkan untuk semua suku bangsa dan berlaku untuk sepanjang masa serta cocok pada setiap tempat. Menjadi muslim adalah titik awal proses seseorang menuju takwa. Menjadi muslim berarti menjalankan Alquran dan sunnah Nabi-Nya. Bagi mereka yang beriman, di dalamnya termasuk ikhtiar untuk meluruskan budaya lokal atau adat yang tidak sesuai ajaran Islam. []