Opini

BPJS Kesehatan : Solusi atau Polemik?

Penulis : Asbiyah, S.Pd

Idemuslim.com | OPINI — Selang beberapa bulan, presiden Jokowi kembali mengeluarkan peraturan terbaru sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mengoptimalkan manfaat BPJS Kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia, yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo sejak 6 Januari 2022 lalu dan akan berlaku di bulan maret ini. Selain itu kartu BPJS ini nantinya akan menjadi syarat untuk mengakses sejumlah fasilitas dan layanan public, ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Penggunaan Fasilitas publik yang mewajibkan adanya kartu BPJS bukan hanya untuk pelayanan Kesehatan, tetapi juga dalam jual beli tanah, jemaah umrah dan haji, hingga pembuatan SIM, STNK, sampai dengan SKCK.

Baca Juga :

Direktur BPJS Kesehatan Prof. Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa aturan tersebut diberlakukan sebagai bentuk perlindungan Negara terhadap rakyatnya. Ia mengatakan aturan itu bukan untuk mempersulit, melainkan memberi kepastian perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Sebagaimana yang disampaikan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yaitu jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat Indonesia memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.  Namun benarkah demikian?

Hal ini tentu menjadi polemik baru di tengah masyarakat! Selain masalah covid-19 yang belum terselesaikan, kebijakan ini tentunya dirasa berat oleh masyarakat. Peraturan tersebut tentunya bukan untuk mempermudah justru membebani, membuat bingung dan menyulitkan masyarakat, khususnya masyarakat kecil para pelaku UKM atau para pegawai swaasta. Naiknya premi, perbedaan harga di masing-masing kelas, RS yang tidak siap, fasilitas pengobatan yang kurang memadai dan sebagainya.

Selain itu dana yang dikeluarkan para peserta BPJS tidak akan bisa dicairkan, bahkan jika peserta BPJS tidak pernah menggunakan kartu tersebut. Dana yang dibayarkan namun tidak dipergunakan itu akan dianggap sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk membantu orang-orang yang sakit. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur utama BPJS Kesehatan yaitu Prof. Ali Ghufron Mukti bahwa Mekanisme BPJS Kesehatan adalah bentuk tolong menolong, artinya iuran yang tidak terpakai, akan digunakan sebagai subsidi silang untuk membantu peserta lain yang sakit. Ini tentu bukan berarti merugikan masyarakat. Sebab, dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka biaya pengobatan akan ditanggung. Bahkan apabila biaya pengobatan cukup tinggi sekalipun, BPJS Kesehatan akan tetap menanggungnya. Artinya, tidak ada yang dirugikan dalam mekanisme kerja BPJS Kesehatan. Semuanya sama-sama saling mendukung dengan sistem tolong menolong. Ujar beliau.

Namun jika kita teliti lagi apakah ini memang salah satu bentuk tolong menolong atau bentuk pemaksaan terhadap rakyat. Karna pada dasarnya yang namanya tolong menolong tidak ada kata wajib? Dan harusnya negaralah yang menyediakan fasilitas ini, berdasarkan APBN, atau pajak yang telah dikutip kepada masyarakat. Bukan mengembalikan pembiayaanya dalam bentuk asuransi kesehatan.

Inilah aturan di system demokrasi  sekuler yang mengharuskan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam beberapa layanan publik, adalah menjadi bentuk pemaksaan kehendak Negara. Meski bentuk pemaksaannya tidak langsung, pemerintah menetapkan aturan yang membuat rakyat tidak berkutik. Tentu ini merupakan salah satu bentuk pengalihan tanggung jawab pemerintah. Padahal, kita ketahui yang mempunyai kewajiban untuk menanggung Kesehatan manyarakat itu adalah Negara, akan tetapi pemerintah justru membebankan biaya Kesehatan kepada masyarakat. Lantas dimana peran Negara??

Berbeda jauh dengan Kebijakan Kesehatan yang diatur oleh Islam. Kesehatan adalah hak dasar publik yang wajib  dipenuhi oleh Negara. Oleh karenanya, Negara menjadikan sistem kesehatan sebagai hal penting dan utama. Dari aspek paradigma, Islam memandang Negara adalah penyelenggara utama sistem kesehatan. Negara akan memenuhi kebutuhan itu dengan memberi jaminan kesehatan berupa pelayanan maksimal dan gratis.

Dari aspek pembiayaan, Baitulmal sebagai sumber pemasukan Negara akan membiayai segala hal yang dibutuhkan di bidang kesehatan. Seperti pendidikan, SDM kesehatan berkualitas, rumah sakit dengan fasilitas lengkap, industri peralatan kedokteran dan obat-obatan, riset biomedis, pusat penelitian dan laboratorium, gaji tenaga kesehatan yang cukup, serta segala sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan sistem kesehatan seperti listrik, air, dan transportasi.

Negara tidak akan mempersulit rakyat dengan tarikan biaya atau administrasi berbelit. Semua layanan itu diberikan secara gratis oleh Negara. Pembiayaan ini sifatnya mutlak. Artinya, ada tidaknya pemasukan, Negara wajib memberikan pelayanan kesehatan. Jika pemasukan rutin di Baitulmal tidak terpenuhi, Negara akan memberlakukan pajak temporer yang dipungut dari orang-orang kaya saja hingga anggaran yang dibutuhkan mencukupi.[]

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button