DakwahMuslim Youth

Cara Muslim Menyikapi Budaya Valentine Day!

Oleh: Abdullah Efendy, S.Pd., CLMQ

Idemuslim.com, MILLENIAL TALK — Allah Ta’ala berfirman didalam Al-Qur’an :

مَن كَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَٰنِ

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), (TQS. An-Nahl : 106)

Ayat ini, turun berkenaan dengan pemaksaan yang terjadi oleh orang-orang Quraisy kepada sahabat Rasulullah, yakni ‘Amar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu. Beliau dipaksa untuk menyatakan kekufuran yang konsekuensi penolakannya adalah hilangnya nyawa. Pada titik-titik terakhir, akhirnya beliau terpaksa mengucapkan kalimat tersebut, yakni celaan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.  Ia pun menangis sejadinya-jadinya hingga berlari menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta maaf dan takut atas perbuatannya. Maka nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya:

“Bagaimana engkau dapati hatimu?” dia menjawab: “Tetap tenang dalam keimanan” beliau bersabda: “Apabila mereka mengulanginya, maka ulangilah!”

Firman Allah ta’ala dan hadist diatas menunjukkan bahwa berlaku rukshah pada kondisi ini, yakni adanya al-ikrah al-mulji (paksaan yang menyebabkan cacat seumur hidup hingga kehilangan nyawa), sebagiamana yang dilakukan ‘Amar bin Yasir saat itu, sehingga ia tidak dihukumi murtad atau kafir.

Sebagaimana yang disampaikan oleh pakar tafsir abad 14 H, yakni Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah Makna kata: (إِلَّا مَنۡ أُكۡرِهَ) illaa man ukrih : kecuali mereka mengucapkan kalimat kufur, lalu mereka mengucapkannya karena terpaksa. Berbeda dengan :

(وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلۡكُفۡرِ صَدۡرٗا) wa laakim man syaraha bil kufr shadraa : membuka dadanya untuk kekufuran dan menerimanya dengan senang hati.

Dari kisah ini, hikmah yang bisa kita petik, yakni bagaimana keteguhan para sahabat Rasulullah menjaga keimanan mereka. Dengan segenap upaya, harta bahkan jiwa. Jikapun melakukan 1 kesalahan, mereka bersegera menuju keridhoan Allah, dan mengadu pada Rasulullah atas setiap perkara agama mereka. Sungguh hal yang tidak lazim terjadi, jika ada seorang sahabat nabi yang melakukan perbuatan tanpa bertanya pada Rasulullah, atau bersandar pada Qur’an dan Sunnah.   

Kebalikannya justru terjadi hari ini! Muslim, namun tidak menjadikan islam sebagai tolak ukur perbuatannya. Tidak menstandarkan halal haram, sesuai ketentuan Rabb-nya. Mereka justru menjadi impersonator ulung barat dan pernak Pernik budayanya. Dengan asumsi bahwa ini adalah trend, life style, point of view dan sebagainya. Kebablasan ini telah dikhabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam 14 abad silam. dari sahabat Abu Sa’id al- Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata :

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ فَمَنْ؟

“Sungguh, kalian akan mengikuti langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta. Kalaupun mereka menempuh jalur lubang dhabb (binatang sejenis biawak), niscaya kalian akan menempuhnya.” Kami mengatakan, “Ya Rasulullah, apakah jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 4822)

Kemudian, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِّ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ؟

“Tidak akan terjadi hari kiamat, hingga umatku mengambil langkah generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta.” Lalu dikatakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, apakah bangsa Persi dan Romawi?” Beliau bersabda, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari no. 6774)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Berita ini menggambarkan sebuah kenyataan yang akan terjadi sekaligus sebagai celaan atas orang yang mengerjakannya. Beliau pun memberitakan apa yang akan dilakukan oleh manusia mendekati hari kiamat, berupa tanda-tanda kedatangannya berikut segala perkara yang diharamkan. Maka dari itu, diketahui bahwa Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya dan mencela umat ini apabila menyerupai Yahudi, Nasrani, Persi, dan Romawi. Inilah faedah yang dicari.” (Iqtidha’ ash-Shirathil Mustaqim hlm. 44)

Salah satu contoh yang dekat dengan  apa yang disabdakan beliau, terjadi pada kaum pemuda islam hari ini. Mereka tanpa merasa bersalah, tanpa bertanya terlebih dahulu, bahkan sangat bersemangat mengikuti berbagai infiltrasi budaya diluar Islam. Islam, tentu tidak melarang berbagai keikutsertaan kaum muslim dalam peranannya pada sains dan teknologi. Namun, jika yang berkaitan tentang akidah, ibadah, atau hadlarah dari agama atau kepercayaan tertentu maka harus dipahami secara paradigmatis.

Budaya perayaan Valentine day termasuk diantaranya. Diperingati di setiap 14 Februari, sebagai hari kasih sayang. Namun, pembuktian kasih sayang itu justru diwarnai dengan merusak orang yang disayangi. Budaya global yang satu ini, telah menjamur disetiap pemuda di seluruh dunia. Mungkin bagi negeri-negeri yang mayoritas non muslim, perayaan ini sesuatu yang biasa, namun bagaimana dengan kita selaku muslim? Di Thailand, pernah dilakukan sebuah survey oleh Assumption University. Dari hasil surveri, diperoleh data bahwa sepertiga dari 1.578 gadis usia belasan berencana melakukan hubungan seks di Hari Valentine bila pacar mereka memintanya. Survey lain oleh Universitas Thai terhadap 1.222 pemudi menemukan bahwa 11 % dari mereka berencana menyerahkan keperawanannya pada malam valentine. (kompascommunity.com, 14/02/07)

Di Indonesia sendiri, budaya ini juga menjamur di kalangan millennial. Ada wilayah yang membolehkan, namun ada juga wilayah semisal Aceh yang melarang melakukan aktivitas perayaan ini. Kebiasaan yang kerap dilakukan dalam merayakan Valentine Day, adalah jalan-jalan bersama gebetan atau kekasih, makan-makan lalu berciuman, memberikan bunga dan coklat. Bahkan tidak jarang yang berakhir pada perbuatan terlarang dalam Islam. Maka wajar jika Inggris, mencanangkan 14 Februari sebagai The National Impotence Day (hari impoten nasional). Di Amerika, 14 Februari ditetapkan sebagai The National Condom Week (pekan kondom nasional).  Sungguh miris!

SEJARAH MUNCULNYA VALENTINE DAY

Dalam Sejarahnya sendiri, Valentine day bertentangan dengan Islam dan tiada kaitannya dengan Islam. Pada jaman Kerajaan Romawi, yang dipimpin Kaisar Claudius II sekitar Abad III masehi. Dikisahkan bahwa Sang Kaisar menangkap dan memenjarakan Valentine hingga ia meninggal tanggal 14 Februari 270 Masehi. Berdasarkan sejarah, Claudius II ini dikenal kejam setelah membuat Roma terlibat dalam berbagai pertempuran berdarah. Hal ini agar Roma selalu menang dalam peperangan. Sehingga sang Kaisar harus menunjukkan memiliki tentara yang kuat. Namun hal tersebut ternyata sulit untuk diwujudkan, karena menurut sang Kaisar bala tentaranya enggan pergi ke medan perang karena terikat pada istri atau kekasih mereka. Untuk mengatasinya Claudius II melarang semua bentuk pernikahan serta pertunangan yang ada pada Roma.

Pendeta Valentine ini menentang kebijakan tersebut, ia berusaha secara diam-diam menikahkan pasangan muda. Tindakan ini ketahuan dan pada akhirnya pendeta Valentine ditahan serta dihukum, kemudian tubuhnya dipukul hingga dipancung. Hukuman ini menjadikan sebuah tanda sebagai peringatan atau perayaan yang dilakukan setiap tanggal 14 Februari. Sejarah Valentine yang sebenarnya ini memang lebih banyak dipercaya, karena legenda yang beredar menyebutkan bahwa Valentine meninggalkan catatan perpisahan untuk putri penjaga penjara yang menjadi temannya. Dengan tulisan ‘From Your Valentine’ (Sumber : www.news.detik.com)

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

LARANGAN ISLAM MENGIKUTI VALENTINE DAY

Setelah dilihat dari sisi sejarahnya, maka tampak jelas bahwa perayaan ini tidak datang dari Islam. Implementasi perayaan valentina day sebagai budaya popular, dimanfaatkan dengan apik oleh pemangku kepentingan (kapitalis) untuk meraih omset sebesar-besarnya. Jika kita lihat, hari kasih sayang yang dimaksud pada valentine day, bukan dengan menikahkan antara si pria dan wanita. Melainkan condong pada perbuatan yang mendekati zina bahkan terjerumus dalam zina. Tentu ini diharamkan didalam Islam. Mengikuti perayaan ini, termasuk dalam tasyabbuh yang diharamkan dalam Islam. Sebagaimana hadist dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu ;

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk dari mereka.” (HR Abu Daud dan Imam Ahmad)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika membawakan hadits ini, setelah menjelaskan kondisi para perawi haditsnya, beliau mengatakan, “Hukum yang paling ringan (dalam meniru orang kafir) di dalam hadits ini adalah keharaman, kendatipun lahiriah haditsnya menunjukkan kafirnya orang yang menyerupai mereka, sebagaimana firman Allah  Subhanahu wata’ala,

وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ

“Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (TQS. al-Maidah: 51)

Ini semakna dengan ucapan Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, “Barang siapa tinggal di negeri kaum musyrikin dan melakukan hari ulang tahun mereka, pesta besar mereka, dan meniru mereka sampai meninggal dunia, dia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” Terkadang, hal ini dibawa kepada hukum tasyabuh yang bersifat mutlak, yaitu tasyabuh yang menyebabkan seseorang kafir dan sebagiannya mengandung hukum haram. Bisa juga dibawa pada makna bahwa dia seperti mereka sebatas apa yang dia tiru. Jika yang dia tiru itu dalam hal kekafiran (dia menjadi kafir, -pen.), dan jika maksiat, (ia telah bermaksiat). Jika dalam hal syiar kekufuran mereka atau syiar kemaksiatan mereka, hukumnya semisal itu.” (Lihat al-Iqtidha hlm. 82—83)

Maka, tentu pemahaman yang benar terkait cinta dalam Islam harus senantiasa dipelajari oleh segenap pemuda muslim. Jangan sampai mereka mengikuti kebudayaan atau perayaan orang-orang kafir yang bisa merusak keimanan dan akidah mereka. Upaya preventif harus senantiasa berulang dan massif dilakukan untuk menyelamatkan masa depan generasi Islam. Menjelaskan kepada mereka, tentang konsep cinta yang benar, sesuai fitrah manusia. Cinta berakhir di pelaminan, bukan di valentine-nan. We’re Muslim. Say No to valentine Day! Wallahu ‘alam []

 

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button