Dilema Al-Qur’an dan Penistaan
Oleh : Aisyah Rahmah, S. Pd. (Mahasiswi Pascasarjana dan Aktivis Dakwah)

Idemuslim.com, OPINI — Awal tahun 2023 dibuka dengan adanya kasus pembakaran Al-Qur’an oleh seorang politikus asal swedia dan juga denmark Rasmus Paludan. Kasus penistaan terhadap Al-Qur’an ini bukan kali pertama dilakukan oleh orang yang sama, tercatat bahwa di tahun 2019 Paludan juga pernah membakar Al-Qur’an yang dibungkus dengan daging babi di Viborg, Denmark, november 2020 ditangkap di Belgia atas tuduhan membakar Al-Qur’an di Brussels selanjutnya di April 2022 membakar Al-Qur’an di Llinkoping, wilayah muslim Swedia dan aksinya yang baru-baru ini, sempat jadi viral yakni pada januari 2023 membakar al-Qur’an di depan kedutaan turki (CNN). Ini baru satu orang belum lagi di tempat yang lainnya dan oleh orang-orang yang lainnya para pembenci islam yang juga melakukan banyak penistaan-penistaan terhadap Al-Qur’an. Bahkan di indonesia sendiri terungkap di tahun 2022 ada kasus penistaan terhadap Al-Qur’an yakni menginjak AL-Qur’an yang dilakukan oleh seorang muslim terlepas apapun alasannya (Tempo.com).
Baca Juga : Sawer Pembaca Qur’an Bentuk Desakralisasi Al-Qur’an
Bagi seorang muslim Al-Qur’an adalah pedoman hidupnya, kitab suci yang berasal dari Allah Tuhan sang pencipta yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat jibril yang kesuciannya telah Allah janjikan sendiri bahwa Allah-lah yang akan menjaganya. Maka tidak heran saat AL-Qur’an di usik seorang muslim yang lurus aqidahnya tidak akan tinggal diam, bahkan dalam Aksi bela Al-Qur’an yang dilakukan di kota medan seorang orator berteriak dengan lantam “kami siap mati demi Qur’an”. Namun perlu untuk kita sadari bahwa sejatinya Al-Qur’an dibela bukan hanya pada saat Al-Qur’an itu dihinakan dengan cara dibakar atau bahkan disobek dan diinjak-injak. Banyak orang yang tidak sadar bahwa sekarang penistaan paling besar yang terjadi pada Al-Qur’an bukanlah saat Al-Quran dibakar oleh Rasmus tapi saat hukum-hukum yang Allah sampaikan dalam AL-Qur’an tidak di terapkan dan lebih memilih hukum yang berasal dari buatan tangan manusia.
Maka dalam hal ini sangat pantas untuk dipertanyakan “Wahai manusia yang berakal, siapakah yang paling pantas untuk membuat satu aturan dalam kehidupan, Allah sang pencipta seluruh dunia dan isinya ataukah manusia yang lemah dan terbatas dan pasti akan selalu condong pada kepentingannya? Dalam Al-Qur’an Allah berfirman pencuri itu jika sudah memenuhi syarat dan ketentuan tertentu maka yang harus dilakukan padanya adalah dengan memotong tangan, namun yang diterapkan saat ini di seluruh dunia adalah hukum penjara bukan potong tangan, Allah mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa Hukum qisos itu wajib diterapkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya beriman namun dengan teganya mengoreksi hukum buatan Allah dengan mengatakan bahwa hukum qisos itu melanggar HAM dan terlalu kejam.
Baca Juga : Valentine Day, Arus Deras Menuju Maksiat
Al-Qur’an tidak seharusnya hanya dibaca, dan dihafalkan apalagi hanya dijadikan pajangan dan diperlombakan atau jadi bagian dari acara seremonial. Sejatinya Al-Qur’an hadir ke dunia untuk mengatur kehidupan manusia dan untuk diterapkan isinya, pembelaan terhadap Al-Qur’an tidak cukup hanya sampai pada kemarahan saat Al-Qur’an dinistakan tapi juga sampai pada usaha dan turut serta dalam memperjuangkan agar isi Alqur’an dapat diterapkan di atas dunia, dan Al-Quran hanya dapat diterapkan secara sempurna jika ada satu institusi negara yang menerapkan sistem islam ssecara sempurna serta menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar hukum perundang-undangan dalam negaranya sehingga Al-Qur’an akan kembali pada posisi awalnya yakni dijadikan pedoman hidup dan diterapkan segala isinya sehingga janji Allah dalam Al-Qur’an juga akan terlaksana “sesungguhnya Allah tidaklah mengingkari janji”, Wallahu ‘alam []