
Manusia sejatinya tak pernah luput dari dosa. Bahkan para Nabi pun pernah melakukan kesalahan. Memang Sudah fitrahnya manusia akan selalu melakukan kesalahan. Karena syetan dari golongan Iblis dan anak cucunya tidak akan pernah berhenti menjerumuskan manusia dalam lingkar dosa. Sebelum nabi Adam ‘alaihi salam diciptakan, malaikat bahkan bertanya kepada Allah tentang alasan penciptaannya yang diabadikan dalam Al-Quran, firman Allah Ta’ala :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30)
Allah lebih mengetahui dari pada makhluk ciptaannya. Meskipun Allah sudah menentukan kehidupan manusia yang tertulis dalam lauhful mahfud. Akan tetapi manusia masih diberi pilihan. Karena manusia memiliki akal dan pikiran sehingga bisa memutuskan apa yang seharusnya benar dan mana yang salah. Seperti dalam firman Allah Ta’ala :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama Islam. Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara yang benar dengan jalan yang sesat…” (QS al-Baqarah [2]: 256)
Allah Ta’ala tidak hanya sekadar menciptakan sesuatu tanpa alasan. Karena manusia berbeda dari ciptaan Allah sebelumnya, maka Allah pun menurunkan Al-quran sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia. Al-quran diturunkan kepada manusia paling mulia yakni Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Lewat lisan Rasulullah inilah, firman Allah bisa sampai kepada umat manusia.
Baca Juga :
- Seperti Hujan, Aku Adalah Beban!
- Khutbah Rasulullah Jelang Ramadhan, Bekal Memasuki Bulan Suci!
- 8 Sebab Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
- Majelis Cinta Rasulullah Batam, Adakan Kajian Bertema Pemuda & Dakwah
Nyatanya manusia memang membutuhkan Al-Quran sebagai pengarah kehidupan. Dengan Al-Quran yang dijadikan petunjuk, hidup manusia lebih terkontrol. Sehingga manusia tak melakukan apapun atas nafsunya. Dan tidak melampaui batas. Karena selalu berpedoman dengan apa yang Allah tentukan dan Rasulullah contohkan.
Namun begitu manusia bisa saja tetap melakukan kesalahan dan lupa. Teriring kesalahan yang semakin banyak. Semua kesalahan itu tidak lepas dari setan yang selalu menjerumuskan manusia menuju kesesatan. Setan menjadi musuh nyata manusia. Dengan membisikkan di hati manusia dengan rasa was-was membuat manusia ragu dengan pilihan. Tidak hanya itu, setan juga menjadikan pandangan manusia terhadap dunia terlihat indah, sehingga berhasil membujuk manusia menjadi serakah dan terus-menrrus bermaksiat sehingga lupa pada Rabb-Nya.
Setan memang bertugas memperdaya manusia dengan cara apapun. Agar manusia lebih mengikuti hawa nafsunya. Mengesampingkan dosa karena merasa nyaman dengan keadaannya. Itulah tipuan setan. Setan dalam wujud nyata misalnya, dalam pemerintahan mempengaruhi pemimpin dalam membuat keputusan. Sebagai jalan tengah atas semua masalah. Sesuatu yang samar akhirnya dirubah menjadi nyata tanpa melihat landasan hukum awalnya. Kerusakan akan semakin banyak jika tidak mau kembali pada hukum Allah.
Mulailah dari diri sendiri untuk memperbaiki. Tidak munafik memang jika semua manusia pasti pernah berdosa. Dosa itu layaknya aib. Dan aib itu sesuatu yang tidak boleh tampak oleh orang lain. Karena jika tampak maka kita akan malu. Sehingga bersyukurlah tatkala ketika dosa atau aib itu ditutup oleh Allah. Itu artinya Allah memberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Dan kita harus lebih malu kepada Allah. Rasa malu itu yang menuntun kita untuk bertaubat. Ingatlah, sekalipun dosamu bertumpuk maka ampunan Allah akan selalu diberikan selama hambanya bertaubat. Di dalam Hadis Qudsi yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah berfirman:
قَالَ اللَّهُ يَا ابۡنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوۡتَنِي وَرَجَوۡتَنِي غَفَرۡتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابۡنَ آدَمَ لَوۡ بَلَغَتۡ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسۡتَغۡفَرۡتَنِى غَفَرۡتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِي يَا ابۡنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوۡ أَتَيۡتَنِى بِقُرَابِ الۡأَرۡضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشۡرِكُ بِي شَيۡئًا لَأَتَيۡتُكَ بِقُرَابِـهَا مَغۡفِرَةً .
Allah berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”(HR At-Tirmidzi No. 3540)
Jangan ragu untuk bertaubat. Masih ada waktu sampai sebelum nyawa kita diambil sang Khalik. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di tenggorokan”. (HR At Tirmidzi no. 3537)
Bisa jadi taubatnya kita menjadi rahmat bagi yang lain. Sebagai contoh kisah seorang yang gemar maksiat di zaman nabi Musa ‘alahi salam yang bertaubat sehingga bisa menurunkan hujan yang sangat dinantikan. Dosa seorang manusia bisa menghalangi rahmat bagi manusia, tumbuhan, binatang dan alam tentunya. Dengan bertaubat dan istiqomah insya Allah dapat mewujudkan rahmat lil alamin. Wallahu A’lam bissawab.