Kepemimpinan Ideal Dalam Lembaga Pendidikan Islam
Oleh : Abdullah Efendy, S.Pd.,CLMQ

Idemuslim.com, PENDIDIKAN ISLAM — As a leader, pemimpin adalah patokan para bawahan. Suara dan pesan-pesannya didengar dan dilaksanakan. Kebijakan, keputusan atau bahkan penolakan terhadap kebijakan tertentu, merupakan sebuah point of view untuk diterapkan dalam sebuah lembaga. Islam mengenal kepemimpinan, sebagai sebuah kedudukan yang penting, amanah yang agung, dan tentu pertanggung jawaban yang berat! Kadang diistilahkan dengan Khalifah, Imam, Sultan, Amir, Ulil Amri dan sebagainya
Lalu bagaimana dengan Kepemimpinan dalam lembaga pendidikan? Yang biasanya disebut sebagai principal atau stake holder? Sederhananya seorang pemimpin, adalah dia yang paling berilmu dan paling terbaik dibidangnya. Para Nabi misalnya, paling terbaik dalam masalah agama. Para Rektor, dianggap terbaik dalam mengatur jalannya sebuah universitas. Para CEO yang paling piawai dalam mengurusi perusahaan! Begitupun dalam lembaga pendidikan, Para Kepala Sekolah, Kepala Pondok atau Ketua Yayasan adalah mereka yang terbaik dalam bidang pendidikan Islam
Seorang pemimpin dalam dunia pendidikan Islam, setidaknya harus memiliki 3 kompetensi. Yakni kompetensi kepribadian, keilmuan, dan sosial. Seorang pemimpin adalah sosok yang memiliki kepribadian terbaik! Ikhlas dalam menjalankan amanah, tidak cinta dunia, bersedia membimbing bawahan, tidak haus jabatan, menghindari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, dusta, ghibah dan lainnya! Jangan seperti Firaun, yang karena sebuah mimpi tega membunuh semua bayi laki-laki hanya karena takut tersungkur dari kursi kekuasaan!
Baca Juga :
- Korupsi Dalam Instansi Pendidikan, Islam Solusi Hakiki
- Penting! Inilah Potret Pendidikan Islam di Dalam Keluarga!
- Mesir, Negeri berlimpah Ilmu
- Dakwah Islam di Bumi Matahari Terbit!
Kedua adalah keilmuan! Umar bin Khattab mengatakan, “Belajarlah sebelum kalian memimpin! Maknanya adalah bersungguh-sungguhlah membentuk keahlian kalian ketika masih dibawah, sebab ketika sudah berkedudukan sebagai pemimpin, akan banyak kesibukan dan tanggung jawab yang menanti. Terkait keilmuan ini terbagi 2, yakni keilmuan didalam islam dan keilmuan sesuai bidang yang digeluti!
Jika Kepala Sekolah adalah pemimpin para guru, maka ilmu adalah pemimpin amalan. Seorang pemimpin, haruslah benar-benar mengadopsi pemikiran Islam sesungguhnya dan memiliki kemampuan untuk memfilter pemikiran asing yang bisa merusak nilai dan tujuan pendidikan Islam
Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)
Ketiga, adalah kemampuan sosial. Sebagai sebuah lembaga, Sekolah sebenarnya bukan hanya mendidik siswa. Sebab dalam aktualisasinya, sekolah juga pendidik masyarakat! Pendidik para orang tua, dengan menyamakan visi dan misi. Dan dalam lingkup internal, Kepala sekolah juga harus senantiasa mendidik para guru. Maka kemampuan bersosial, berinteraksi dengan orang lain, mutlak harus dipelajari dan semaksimal mungkin diterapkan oleh seorang pemimpin
Kepala sekolah harus mampu merangkul timnya, baik yang suka padanya ataupun tidak suka. Ketidak sukaan bawahan, tidak boleh disikapi dengan ketus, antipati apalagi berniat menyingkirkannya. Seorang kepala sekolah harus punya sense of belonging, untuk menerima berbagai perbedaan pendapat, adanya gesekan atau kritikan. Dengan adanya rasa itu, maka seorang kepala sekolah harus mampu bersosial dengan baik kepada bawahannya dengan standarisasi yang jelas! Tidak pilih kasih atau tebang pilih!
Terakhir kita berharap kepada Allah, agar ketika memimpin kita diberikan petunjuk oleh Allah Ta’ala, dan ketika dipimpin, maka Allah anugerahkan kepada kita pemimpin yang takwa kepada-Nya!
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. As-Sajdah : 24)