Mengembalikan Jati Diri Muslim, Sebagai Pemimpin!
Oleh : Ustadz Abdullah Efendy, M.Pd.,CLMQ

Idemuslim.com, MILLENIAL TALK — Dalam tabiatnya, Kaum Muslimin disebut sebagai ummat pemimpin. Ummatan wasata, adalah salah satu dalil yang menegaskan bahwa posisi kita itu ialah wasit, memimpin jalannya kehidupan, bukan sekedar pemain. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga diutus menjadi pemimpin, sebagaimana tabiat para Nabi dan Rasul, yang diutus ditengah-tengah umatnya untuk memimpin mereka kejalan Allah. Apalagi, Nabi Muhammad yang disebut sebagai khataman Nabiyyin, La Nabiyya Ba’da. Diutus untuk seluruh alam, hingga hari kiamat!
Kita sebenarnya enggan mengurusi sekian banyak manusia itu, namun Allah menegaskan dalam ‘Amr yang jelas, termaktub dalam ayat-ayat tentang penciptaan manusia sebagai Khalifah, maupun tugasnya mengemban Risalah Allah. Dan Muslim, adalah mereka yang diembankan untuk membawa Islam, melalui percontohan dan ketauladanan Nabi, juga setelahnya melalui para Khalifah-Khalifah untuk mengurusi urusan manusia! Bukan sekedar urusan muslim!
Jadi, kita bisa tarik kesimpulan, bahwa muslim adalah delegatornya Allah dalam mengurusi urusan manusia. Sebab, hanya Al-Qur’an-lah satu-satunya pedoman, wahyu yang Dia turunkan kepada umat Islam, yang hingga hari ini tetap orisinil, terjaga keabsahannnya dari campur tangan manusia, dan terjaga periwayatannya.
Baca Juga : Memaknai Istilah Salafi Dengan Benar!
Pengurusan perkara manusia itu, mencakup semua hal yang ada dibumi, diawali dengan penciptaan Nabi Adam ‘alaihi salam sebagai Khalifah Allah yang ditugasi mengurusi bumi, kemudian dilanjutkan oleh keturunan beliau para manusia setelahnya.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
Dalam “QS. Al Baqarah Ayat 30,” ini dengan tegas bahwa kepengurusan itu ialah pada bumi dan mencakup isinya (alam semesta, hewan, tumbuhan serta manusia) dan kepengelolaanya dari seluruh sisi; ekonomi, politik, budaya, pendidikan, kesehatan, keamanan dan berbagai hal yang menjadi kebutuhan manusia.
Sehingga, ketika ada yang menyatakan; “Kita sudah menerapkan Islam dan damai, buktinya masih bisa sholat, masih bisa puasa, masih bisa dzikir dan lainnya” Maka menurut kami, pendapat ini, adalah pendapat membatasi Islam dan gagal paham tentang Islam. Sebab Islam, bukan sekedar agama spiritual, sebagaimana yahudi dan nasrani, namun Islam adalah Dien = Tatanan Kehidupan, Rules of Life yang membahas segala perkara. Kata Dien, disebutkan dalam banyak ayat salah satunya ;
وَمَنۡ يَّبۡتَغِ غَيۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِيۡنًا
Dan barangsiapa mencari dien selain Islam, dia tidak akan diterima, (QS. Ali ‘Imran : 85)
Maka pemaknaan bahwa melaksanakan sholat, puasa, dzakat dan rukun Islam yang lain, telah cukup untuk menjalankan Islam, maka tentu Nabi tidak akan susah-susah hijrah ke Madinah, mengatur muamalah di pasar, menarik ghanimah dari hasil Futuhat, maupun mengirimkan delegasi kepara Raja-Raja Hijaz ketika itu. Artinya, Islam adalah peraturan hidup menyuluruh (Al Maidah : 3) yang diemban oleh Muslim untuk disebarkan keseluruh manusia!
Menurut hemat kami, membatasi Islam dalam perkara spiritual, tidak ubahnya seperti pandangan kaum orientalis, Snouck Hurgronje dan kawan-kawan, yang mengkotomi Islam pada perkara Ibadah, namun melarang Islam mencampuri urusan ekonomi, pendidikan, politik untuk melemahkan potensi umat Islam di Aceh!
Minimnya pula pendidikan Islam, dalam kurikulum parsial di Pondok Pesantren, Boarding School atau semacamnya juga turut berkontribusi dalam melemahkan potensi muslim sebagai pemimpin. Kita tetap mengapresiasi, basic skill yang diajarkan seperti bahasa arab, fiqh, ushul fiqh, hadist, dan sebagainya! Namun, tentu aktualisasi dari pemahaman itu harusnya menjadikan para santri, memahami tugas penting mereka sebagai pemimpin masa depan, bukan asyik fokus memuliakan diri sendiri, agar dianggap alim atau berlomba-lomba menjadi wali.
Baca Juga : Muslimah Jangan Latah Ikut Feminis!
Muslim, sebagai pemimpin harus siap untuk menjawab berbagai tantangan jaman, baik dalam sektor global, teknologi, infiltrasi budaya, serta ragam macam PR lainnya yang menanti untuk ditengahi oleh peraturan Islam. Belum lagi tragisnya nasib saudara kita di Palestina, Suriah, dan sebagainya yang hingga hari ini tak terselesaikan, harusnya semakin menegaskan arah perjuangan muslim, mengembalikan Izzah Islam wal Muslimin
Inilah Jati Diri yang harus dimengerti dan dipahami, bahwa track record kita terdahulu, adalah para pemimpin. Muhammad Al Fatih, Salahudin Al Ayubi, Khalid bin Walid, Al Khawarizmi, Ibnu Firnas, Al Farabi dan sebagainya adalah segelintir muslim yang memimpin ummat manusia melalui Islam sesuai bidang keahlian mereka. Tugas kita, tentu memperjuangkan dan mengembalikannya. Dan itu harus menjadi keyakinan, bukan sekedar bangga-banggaan! Sebab kita yakin, Islam adalah yang terbaik, karena itu kita memilih dien ini sebagai jalan hidup kita!
أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al Maidah : 50)
wa ma taufiqi illa billah []