DakwahMillennial Talk

Menyadari Kerusakan Pemikiran Barat bagi Umat Islam

Oleh: Rahmah Khairani, S.Pd

Idemuslim.com, MILLENIAL TALK — Semenjak problem internal yang melanda dunia Islam di awal abad ke tujuh Hijriyah, perlahan-lahan serangan Barat mulai dilancarkan. Ketika itu, wilayah daulah Islam kian bertambah luas dengan adanya penaklukan-penaklukan yang massif. Berbagai gesekan antar wilayah penakluk dan wilayah tertakluk tidak dapat dihindari.

Sebuah keniscayaan bila kaum muslimin harus menghadapi masa-masa penstabilan pasca penaklukkan di seluruh aspek kehidupan. Sebab, hukum syari’at harus segera diterapkan secara menyeluruh bukan bertahap. Namun sayangnya persinggungan antara Bahasa Arab sebagai bahasa resmi daulah, dengan bahasa selain arab dari negeri-negeri taklukkan kaum muslimin, membuat Bahasa Arab perlahan-lahan ditinggalkan. Peremehan Bahasa Arab tampak saat daulah Islam menutup pintu-pintu ijithad sehingga agama tak lagi dipahami sebagaimana seharusnya.

Mulai timbul pula berbagai masalah lainnya di pemerintahan Daulah. Seperti nepotisme kekuasaan, otonomi daerah, dan juga penyakit wahn yang menyerang para penguasa daulah Islam. Kelemahan ini diendus oleh Barat dan dijadikan jalan bagi mereka untuk memutar kendali adidaya dunia agar beralih kepada mereka dengan melenyapkan daulah Islam selama-lamanya.

Awalnya mereka mengira kekuatan kaum muslimin dapat dikalahkan dengan serangan fisik, sehingga pecahlah perang salib selama kurang lebih dua abad lamanya. Namun, daulah tidak juga dapat dilenyapkan. Niat kaum orientalis begitu kuat untuk mencari cara melenyapkan daulah Islam. Hingga tercetuslah ide untuk menghancurkan daulah dengan pukulan mematikan, yakni lewat serangan pemikiran. Perang pemikiran ini sering disebut sebagai perang salib gaya baru. Lewat para misionaris, ide-ide rusak Barat mulai menyusup ke dalam benak-benak kaum muslimin. Daulah Islam berhasil dicacah menjadi potongan-potongan kecil dengan menghembuskan semangat kemerdekaan dari ‘jajahan’ sultan.

Baca Juga :

Apa yang dilakukan Barat terhadap keruntuhan daulah Islam adalah kekejian yang tidak termaafkan. Ternyata inilah kunci kemenangan yang selama berabad-abad dicari oleh kafir Barat. Kaum muslimin tidak akan mundur dari posisinya sebagai pemimpin dunia, jika Islam masih bertahta di dalam pikiran dan hati mereka. Maka satu-satunya cara untuk mengalahkannya adalah dengan mencabut tahta tersebut dan menggantinya dengan pemikiran Barat yang rusak dan merusak.

Serangan pemikiran ini meraih kesuksesan berkat kegigihan para misionaris yang jatuh bangun berjuang untuk memurtadkan ribuan anak kaum muslimin lewat berbagai propaganda dalam organisasi-organisasi yang mereka dirikan. Mereka menghidupkan kebudayaan Barat di Wilayah Timur; menegakkan akidah sekularisme yang memisahkan agama dari negara dan menjadikannya sebagai akidah kaum Muslim; membangkitkan keraguan kaum Muslim terhadap agamanya; serta memprovokasi kaum Muslim agar merendahkan sejarahnya sendiri dan memuja Barat beserta kebudayaannya (Abdul Qadim Zallum : Malapetaka Runtuhnya Khilafah).

Komplikasi faktor internal dan faktor eksternal yang dialami daulah Islam berakhir pada runtuhnya institusi yang menjadi pelindung umat Islam di seluruh dunia. Tanggal 3 Maret 1924 adalah hari yang menjadi saksi awal sebuah malapetaka yang akan menimpa kaum muslimin tersebut. Semenjak hari itu, Barat tak sedikitpun membiarkan kaum muslimin berpikir untuk membangkitkan kembali daulah mereka. Oleh karena itu, Barat melakukan segala macam cara untuk menjaga eksistensi aqidah sekuler tetap berada di benak kaum muslimin.

Barat mengokohkan peradaban mereka lewat serangan pemikiran dan budaya. Peluru-peluru mereka sampai hari ini masih dapat dirasakan oleh umat Islam. Maka wajar, jika akhir-akhir ini kita sering dibuat terheran-heran dengan fenomena-fenomena yang viral di media sosial. Misalnya di penghujuang April lalu, seorang intelektual bergelar Profesor yang juga menjabat Rektor di Institut Teknologi Kalimantan, mengguncang dunia maya dengan statusnya yang menyinggung soal open minded dan simbol-simbol agama Islam. Beliau mengklaim bahwa mahasiswa berprestasi yang ideal itu adalah yang membicarakan hal-hal “membumi” bukan “melangit”. Beliau menuliskanMereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita-citanya,apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme, dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan setelah mati. Pilihat kata2nya juga jauh dari kata2 langit: insaallah,barakallah, syiar, qadarullah, dsb…” Beliau lalu melanjutkan, “…Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satupun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat, dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita, tanpa karya teknologi…”.

Meski setelahnya beliau menghapus status tersebut, namun kita kini terlanjut mengetahui isi pemikiran kaum intelektual yang sudah terinfiltrasi dengan pemikiran Barat. Dikatakan pemikiran Barat, karena hanya pemikiran ini yang memisahkan urusan dunia dengan akhirat. Sederhananya adalah mereka menganggap bahwa kesuksesan dunia mustahil diraih dengan mengandalkan nilai-nilai akhirat yang tidak kasat mata. Itulah kenapa dari segi aktivitas berpikir, Barat meletakkan harga mati pada metode ilmiah sebagai asas satu-satunya. Sementara agama dinilai sebagai sesuatu yang tidak ilmiah. Lantas, bagaimana mungkin sesuatu yang masih penuh keraguan dapat dijadikan sumber hukum bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya, negara-negara Barat memisahkan nilai-nilai agama dalam setiap aspek kehidupan mereka. Agama hanya boleh mengatur urusan spiritual saja.

Disadari atau tidak, pemikiran sekuler menghasilkan turunan-turunan pemikiran yang juga mengadopsi nilai-nilai Barat. Misalnya pandangan terkait standar perbuatan dan standar kebahagiaan yang berasas liberalisme. Manusialah yang berhak menentukan bagaimana dia berpikir, berbuat, maupun cara meraih kebahagiaan. Fenomena kaum elgebete yang dapat panggung adalah salah satu hasilnya. Ada upaya normalisasi terhadap perbuatan menyimpang atas dasar Hak Asasi Manusia dengan syarat asal tidak merugikan orang lain. Selain itu, fenomen zina yang sedang viral dengan istilah “jatah mantan”, ataupun film yang diwarnai aksi-aksi erotis, ternyata sudah lazim dilakukan kaum millenial. Para pelaku dan pendukungnya sama sekali menafikan pesan moral dalam agama dan tidak mempertimbangkannya. Para remaja juga tidak luput dari serangan pemikiran Barat ini. Mereka dibuat terkesima dengan para idol K-Pop yang mencerminkan segala kesempurnaan dunia bagi mereka. Sehingga mereka rela mengorbankan apa saja demi dapat berjumpa dengan sang idol. Ini adalah buah nyata dari pemikiran sekuler yang sedang melanda generasi kaum muslimin. Mungkinkah generasi seperti ini mampu berpikir tentang perubahan dan berjuang menegakkan kembali daulah Islam yang pernah ada, sementara mereka adalah korban dari serangan pemikiran dan budaya Barat. Tidakkah ini sangat mengkhawatirkan?

۞ وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ ۖ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ ۖ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ ۚ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Allah ta’ala berfirman, “Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepara mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakan mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)? (TQS. Al-Munafiqun:4).

Ayat ini menjadi peringatan bagi kita, bahwa hanya kebinasaanlah bagi orang-orang yang berpaling. Yaitu berpaling dari agama Allah ta’ala, sementara mereka mengambil sumber-sumber hukum lain berikut pandangan-pandangannya sebagai tolak ukur kebenaran.

Hal yang harus kita sadari adalah, musuh islam di dunia ini yang menghalangi kita dari keridhoan Sang Pencipta bukan hanya datang dari syaithan dan hawa nafsu. Tetapi juga dari sistem kufur yang terorganisir dalam menyesatkan kaum muslimin. Oleh sebab itu, harus ada upaya kontiniu yang mampu menyadarkan anak-anak umat ini dengan pemikiran aqidah Islam. Kaum muslimin harus mempelajari Bahasa Arab kembali untuk memahami agama mereka dengan benar. Mereka juga harus membuang segala macam tata cara hidup ala Barat, dan kembali kepada ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Agar mereka mengenal kembali sejarah agung daulah mereka. Sehingga mereka tidak ridho atas kerusakan yang menimpa mereka, dan berupaya untuk mendakwahkan Islam agar sesegera mungkin daulah yang pernah runtuh dapat bangkit kembali. Wallahu’alam bish showab.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button