Rekam Jejak Abdullah bin Umar, Sang Periwayat 2.630 Hadits
oleh: Abdullah Efendy, S.Pd., CLMQ

Idemuslim.com, REAL HERO — Abdullah bin Umar bin Khattab Al-Adawi, Abu Abdurrahman, lahir tahun 10 sebelum hijrah. Ayahnya lebih dulu masuk Islam dan ibunya adalah Zainab binti Mazh’un, salah satu wanita mulia. Abdullah bin Umar tumbuh diatas agama Islam, yang dididik langsung oleh ayahnya, Umar bin Khattab dan juga Rasulullah ﷺ. Kesetiaannya mengikuti jejak langkah Rasulullah ﷺ merupakan hal yang menakjubkan. Abdullah selalu memperhatikan apa saja yang dilakukan Rasulullah ﷺ lalu menirunya secara cermat. Baik dalam melakukan sholat, berdo’a maupun cara menderumkan untanya.
Kesetiaannya itu mengundang pujian dari Ummul Mukminin Aisyah Ra, ia mengatakan “Tidak ada seorangpun yang mengikuti jejak langkah Rasulullah ﷺ ditempat-tempat persinggahan beliau sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Umar”
Keistimewaan Abdullah bin Umar
Kepribadiannya yang indah, menghiasi setiap langkah. Ilmunya, kesholehan, kedermawanan, teguh pendirian, tekad yang bulat, tekun dalam ibadah, serta suka mengikuti jejak Rasulullah ﷺ. Ibnu Umar selalu bersikap hati-hati dalam menyampaikan hadits dari Rasulullah ﷺ. Ia tidak akan menyampaikan hadits darinya, kecuali jika Ia ingat seluruh kata-kata Rasulullah ﷺ. Ia tidak ingin berijtihad untuk memberikan fatwa, karena takut berbuat kesalahan.
Menolak menerima jabatan
Ketika Utsman meminta kesediaan Abdullah untuk memegang jabatan hakim, Ia menolaknya. Utsman bertanya, “Apakah engkau tidak menaati perintahku?” Ibnu Umar menjawab, “Sama sekali tidak, aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, Siapa yang menjadi hakim, lalu Ia memutuskan perkara atas dasar kebodohan, Ia termasuk penghuni neraka. Dan siapa yang menjadi hakim yang berilmu, lalu Ia memutuskan berdasarkan kebenaran, maka Ia meminta kembali (kepada Allah ﷺ) tanpa membawa apapun” Lalu apa lagi yang aku harapkan setelah semua itu?
Ibnu Umar tidak akan menolak jabatan tersebut, jika tidak ada lagi orang lain yang pantas menduduki jabatan itu, karerna masih banyak orang soleh dan wara’ diantara sahabat Rasulullah ﷺ yang lebih berpengalaman.
Disisi lain, kehidupan pada masa itu sangat menggoda. Dimana harta kekayaan melimpah ruah, pangkat dan jabatan terbuka luas, sehingga mudah memikat hati orang beriman, sehingga Ibnu Umar bangkit melawan godaan dengan sifat kezuhudannya.
Ketaatan Ibnu Umar
Sahabat malam dan sekutu waktu sahur adalah julukan bagi Ibnu Umar. Dikatakan “Sahabat malam”, sebab Ia selalu mengisi malamnya dengan sholat. Sedangkan “Sekutu waktu sahur”, sebab Ia selalu memanfaatkan waktu itu untuk menangis dan memohon ampun. Sampai Ibnu Umar pulang ke rahmatullah Ia tidak pernah meninggalkan sholat, qiyamul lail, membaca Al-Qur’an serta berdzikir menyebut nama Allah ﷻ. Ibnu Umar bercerita tentang mimipinya:
“Pada masa Rasulullah ﷺ aku pernah bemimpi seolah-olah ditanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang aku ingini di Surga maka beludru itu akan menerbangkanku kesana. Aku melihat dua orang mendatangiku dan ingin membawaku ke Neraka. Tetapi seorang malaikat menghadang mereka, dan berkata, ‘Jangan ganggu!’ Kedua orang itupun membiarkan jalan bagiku. Hafsah, saudariku menceritakan mimpi itu ke Rasulullah ﷺ Beliau pun bersabda, ‘Abdullah akan menjadi lelaki utama bila Ia rajin sholat malam dan banyak melakukannya’”.
Kedermawanan Ibnu Umar
Seorang yang berhati zuhud, tidak akan takut hidup miskin. Sebab, kedermawanannya yang membuat dirinya cukup. Ibnu Umar adalah seorang pedagang yang jujur, hidupnya makmur serta berpenghasilan besar. Penghasilan yang Ia dapatkan dari Baitul Mal tidaklah sedikit. Namun tidak sedikitpun uang itu disimpannya, melainkan dibagi-bagikan kepada para fakir, miskin dan pengemis.
Ayyub bin Wail Ar-Rasibi pernah menceritakan kepada kita salah satu contoh kedermawanannya. Suatu hari Ibnu Umar menerima uang sebanyak 4 ribu dirham dan sehelai baju dingin. Pada hari berikutnya Ibnu Wail melihatnya di pasar sedang membeli makanan untuk hewan tunggangannya, namun tidak dibayar secara kontan.
Didorong oleh rasa penasaran, Ibnu Wail menjumpai keluarganya, lalu bertanya, “Bukankah kemarin Abu Abdirrahman menerima kiriman 4 ribu dirham dan sehelai baju dingin?
“Benar”, jawab mereka.
Ibnu Wail berkata, “Saya lihat, Ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan tunggangannya, dan Ia tidak punya uang untuk membayarnya”.
Mereka menjawab, “Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. Setelah itu Ia mengambil baju dingin itu, lalu pergi dan ketika kembali, baju itu tidak kelihatan lagi. Ketiak kami menanyakannya, Ia menjawab bahwa baju itu telah diberikannya kepada seorang miskin.
Mendengar jawaba itu, Ibnu Wail langsung pergi sambil menepukkan tangannya satu sama lain, dan pergi menuju pasar.
Di sana Ia naik ke suatu tempat yang tinggi dan berteriak kepada para pedagang di pasar, “Wahai kaum pedagang! Apa yang kalian lakukan terhadap dunia? Lihatlah Ibnu Umar, yang mendapatkan kiriman sebanyak 4 ribu dirham lalu membagi-bagikannya, sehingga esok pagi Ia membelikan makanan untuk hewan tunggangannya secara utang!
Kaum fakir miskin sangat mengenal Ibnu Umar. Mereka sering duduk dijalan yang dilalui Ibnu Umar saat pulang, dengan harapan terlihat olehnya lalu diajak kerumahnya. Mereka berkumpul di sekelilingnya bagai kawanan lebah yang mengerumuni bunga untuk menghisap sari madunya.
Bagi Ibnu Umar harta adalah sebagai pelayan, bukan sebagai majikan. Harta hanya untuk mencukupi kebutuhan dan bukanlah miliknya semata, melainkan ada hak orang lain didalamnya. Ibnu Umar wafat pada usia 83 tahun pada tahun 73 H. Meninggalkan 12 anak laki-laki dan 4 anak perempuan. Ia memiliki 2.630 hadits yang dimuat di dalam kitab Ash-shahihain.