Real Hero

Sa’id Bin Amir-Pemimpin Sholeh Yang Sederhana

Penulis : Dedek Arnisah

Idemuslim.com, REAL HERO — Ibarat Mutiara yang terpelihara di dalam perut kerang. Inilah Kebesaran seorang tokoh yang tersembunyi di balik kesederhanaan dan kesahajaannya. Ketika berada pada kumpulan orang banyak, tidak tampak suatu keistimewaan yang akan memikat dan mengundang perhatian kita. Mata kita akan melihat dia sebagai salah seorang anggota regu tentara dengan tubuh berdebu dan rambut yang kusut, baik pakaian maupun bentuk lahirnya tidak sedikitpun berbeda dengan golongan miskin lainnya dari kaum muslimin. Jika kita menjadikan pakaian dan penampilan sebagai ukuran, maka kita tidak akan menemukan petunjuk yang akan menyatakan siapa sebenarnya Ia. Dan dia adalah Sa’id bin Amir radhiyallahu ‘anhu.

Sa’id bin Amir, Memimpin Syria

Syria merupakan wilayah modern dan besar, sementara kehidupan di sana sebelum datangnya Islam mengikuti peradaban yang silih berganti, di samping merupakan pusat perdagangan dan tempat yang cocok untuk bersenang-senang. Hal ini menjadikan Syria sebagai negeri yang penuh godaan dan rangsangan. Menurut pendapat Umar, tidak ada yang cocok untuk negeri itu kecuali seorang suci yang tidak dapat diperdayakan oleh setan manapun, seorang ahli zuhud yang gemar ibadah, serta yang tunduk dan patuh kepada Allah Swt.

Amirul Mukminin, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menawarkan Sa’id bin Amir untuk menjadi wali kota Homs, Suria. Tetapi Sa’id menyatakan keberatan dan berkata, “Janganlah engkau menjerumuskan diriku ke dalam fitnah, wahai Amirul Mukminin”. Dengan nada keras Umar menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu menolak. Apakah kalian hendak membebankan amanah dan Khilafah di atas pundakku lalu kalian meninggalkan diriku begitu saja?”

Sa’id bin Amir

Akhirnya setelah berpikir, Sa’id bersama istrinya berangkat ke Homs. Pada saat itu Homs digambarkan sebagai Kufah Kedua. Hal itu disebabkan sering terjadinya pembangkang dan kedurhakaan penduduk terhadap para pembesar yang memegang kekuasaan. Tetapi, bagaimanapun gemarnya orang-orang Homs ini menentang pemimpin-pemimpin mereka, namun kepada hamba yang sholeh yakni Sa’id bin Amir, hati mereka dibukakan Allah Ta’ala hingga mereka cinta dan taat kepadanya.

Baca juga :

Suatu ketika Amirul Mukminin Umar berkunjung ke Homs dan bertanya kepada penduduk yang sedang berkumpul, “Bagaimana pendapat kalian tentang Sa’id?” Sebagian hadirin tampil kedepan mengadukannya. Tetapi pengaduan itu mengandung berkah, sehingga terungkaplah Kebesaran pribadi tokoh ini yang sangat menakjubkan. Juru bicara kelompok tersebut maju dan mengatakan, “Kami mengeluhkan empat perkara dari dirinya:

  1. Ia tidak keluar untuk menemui kami hingga menjelang siang
  2. Ia tidak mau melayani orang pada waktu malam hari
  3. Setiap bulan ada dua hari dimana Ia tidak mau keluar untuk kami, sehingga kami tidak dapat menemuinya
  4. Ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya, tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu Ia jatuh pingsan.”

Umar tertegun dan memohon kepada Allah Ta’ala “Ya Allah, hamba tahu bahwa Ia adalah hamba-Mu yang terbaik. Karena itu, hamba berharap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset.”

Sa’id pun dipersilahkan untuk membela dirinya. Ia pun berkata, “Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tidak keluar hingga menjelang siang, demi Allah, sebetulnya saya tidak hendak menyebutnya. Keluarga kami tidak punya pelayan, sehingga sayalah yang membuat adonan tepung dan membiarkannya sampai mengembang, lalu saya membuat roti dan kemudian wudhu untuk sholat Dhuha. Setelah itu saya keluar menemui mereka.”

Wajah Umar berseri-seri, dan berkata, “Alhamdulillah, dan mengenai yang kedua?”

Sa’id pun melanjutkan pembicaraannya, “Adapun tuduhan mereka bahwa saya tidak mau melayani mereka pada waktu malam, demi Allah saya sebenarnya tidak suka menyebutkan sebabnya. Saya telah menyediakan siang hari bagi mereka, sedangkan malam hari bagi Allah Swt. Keluahan mereka bahwa dua hari setiap bulan saya tidak menemui mereka, itu karena saya tidak punya pelayan yang akan mencucikan pakaian, sedangkan saya tidak punya baju yang lain. Jadi saya memanfaatkan hari itu untuk mencucinya dan menunggu sampai kering, dan di akhir siang saya bisa menemui mereka.”

Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan, itu karena ketika di Mekkah dulu saya telah menyaksikan  Khubaib Al-Anshari jatuh tersungkur. Tubuhnya disayat-sayat oleh orang-orang Quraisy dan mereka menyeret tubuhnya sambil menanyakan kepadanya, ‘Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedangkan kamu berada dalam keadaan sehat wal afiat?”

Khubaib menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak ingin tinggal dalam keselamatan dan kesenangan dunia bersama anak dan sitriku, sementara Rasulullah Saw ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun,’

Setiap terkenang peristiwa yang aku saksikan itu, dan ketika itu aku masih dalam keadaan musyrik, lalu teringat bahwa aku berpangku tangan dan tidak menolong Khubaib, tubuhku gemetar karena takut siksa Allah, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan itu.”

Sampai disitu berakhirlah kata-kata Sa’id, Ia membiarkan kedua bibirnya basah oleh air mata yang suci, mengalir dari jiwanya yang sholeh. Mendengar itu Umar tidak mampu menahan rasa harunya, sehingga Ia pun berseru karena sangat gembira, “Alhamdulillah, dengan Taufik-Nya firasatku tidak meleset.” Ia lalu merangkul dan memeluk Sa’id, serta mencium keningnya yang mulia dan bersinar cahaya.

Maasyaa Allah..

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button