Real Hero

SALMAN AL FARISI : PERJALANAN DALAM MENCARI KEBENARAN

Sebuah perjuangan suci nan mulia dan Agung untuk mencari hakikat keagamaan, yang akhirnya dapat sampai kepada agama Allah dan menjadi jalan hidup terakhir yang harus ditempuhnya. Keistimewahan apakah yang mampu mengangkat jiwanya yang Agung dan melecut kemauannya yang keras untuk mengatasi segala kesulitan dan mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin baginya? Kehausan dan kecintaan terhadap kebenaran seperti apakah yang telah menyebabkan Ia rela meninggalkan kampung halaman beserta harta benda dan segala kesenangan?

Salman Al Farisi berasal dari Persia. Ia tinggal disebuah kota ditengah Iran, terletak diantara Tehran dan Syiraz, yaitu Ashbahan. Ayahnya adalah kepala kampung didaerah itu. Karena ketaatannya dalam menjalani agama Majusi, akhirnya Ia diberi tugas untuk menjaga api agar selalu menyala.

Suatu ketika Salman diperintahkan untuk pergi mengunjungi sebidang tanah milik ayahnya. Ditengah perjalanan, Salman melewati gereja milik kaum Nasrani yang sedang melakukan Kebaktian. Ia mengagumi agama itu dan berkata “Ini lebih baik daripada apa yang aku anut selama ini”. Dia bertanya kepada orang-orang Nasrani darimana asal-usul agama mereka. Mereka menjawab “Dari Syria”.

Ketika Salman kembali kepada ayahnya, Ia bercerita tentang agama yang memikat hatinya dan mengatakan bahwa agama mereka lebih baik. Akhirnya terjadi perdebatan dan Salman diikat kakinya serta dipenjarakan.

Salman mengirim berita kepada orang-orang Nasrani bahwa Ia telah mengikuti agama mereka, dan berpesan jika rombongan dari Syria datang agar Ia dikabari, karena Ia akan ikut bersama mereka. Permintaannya pun dikabulkan.

Salman kabur dari penjara dan bergabung dengan rombongan yang menuju Syria. Ia mendatangi Uskup gereja dan menceritakan keadaannya. Akhirnya Ia tinggal bersamanya sebagai pelayan, sekaligus melaksanakan ajaran agama mereka. Namun Salman menilai sosok Uskup tidak baik, sebab Ia mengumpulkan sedekah dengan alasan untuk dibagikan, namun ternyata untuk dirinya pribadi.

Kemudian Uskup itu wafat. Dan digantikan oleh orang lain. Salman berpikir Uskup yang baru ini lebih baik dan Ia sangat mencintainya. Tatkala ajal sang Uskup telah dekat, Salman bertanya kepadanya, “Apa yang harus aku lakukan  dan siapakah sebaiknya yang harus kuikuti?” Ia menjawab, “Anakku, tidak seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul”.

Ketika sang Uskup wafat, Ia berangkat ke Mosul mendatangi seorang pendeta dan menceritakan keadaannya. Ia pun tinggal bersama pendeta selama waktu yang dikehendaki Allah ﷻ. Kemudian tatkala ajal sang pendeta telah dekat Ia kembali bertanya, “Siapa yang harus aku ikuti?” Pendeta itupun menunjukkan kepadanya seseorang yang tinggal di Nashibin.

Setelah Salman mendatangi orang itu, Ia pun menceritakan keadaannya dan tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah ﷻ. Ketika ia telah mendekati ajalnya. Salman menanyakan hal yang sama kepadanya. Dan Ia diperintahkan untuk menghubungi sang pemimpin yang tinggal di Amuria. Salman pun berangkat dan tinggal bersamanya. Sebagai bekal hidup, Ia beternak sapi dan beberapa ekor kambing.

Saat ajal hampir menjemputnya, Salman bertanya kepadanya, “Siapakah yang engkau wasiatkan agar aku mengikutinya?” Ia menjawab, “Anakku, tidak ada seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau kepadanya. Tetapi, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak diantara dua bidang tanah berbatu hitam. Seandainya kamu dapat pergi kesana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang. Ia tidak mau makan sedekah, namun bersedia menerima hadiah, dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila engkau melihatnya, engkau pasti mengenalinya”.

Suatu hari, suatu rombongan dari Jazirah Arab datang, Salman berkata, “Maukah kalian membawaku ke Negeri kalian? Dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini” Mereka menjawab, “Baiklah”.

Akhirnya mereka membawa Salman hingga sampai di suatu Negeri yang bernama Wadil Qura. Ditempat itulah mereka mendzaliminya dengan menjualnya kepada seorang Yahudi. Ketika Salman melihat banyak pohon kurma, Ia berharap kiranya Negeri itu yang disebutkan pendeta kepadanya, yang menjadi tempat hijrah Nabi yang tunggu. Namun dugaannya salah.

Salman pun tinggal bersama orang Yahudi itu hingga suatu hari datang seorang Yahudi Bani Quraizhah yang akan membelinya kembali. Ia dibawa ke Madinah, dan tinggal serta bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga tiba Allah ﷻ mengutus Rasul-Nya, lalu hijrah ke Madinah dan singgah di Bani Amr Bin Auf di Quba’.

Suatu hari ketika Salman berada di puncak pohon kurma, sementara majikannya duduk dibawahnya, tiba-tiba seorang Yahudi datang dan berkata, “Celakalah Bani Qailah!” Mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba’ yang datang dari Mekkah dan mengaku sebagai Nabi.

Salman yang berada diatas pohon bergetar hebat mendengarnya, seolah pohon kurma itu berguncang dan hampir saja Ia jatuh menimpahi majikannya. Salman segera turun dan berkata, “Ada apa? Ada berita apa?” Majikannya pun mengangkat tangannya lalu meninjunya dengan sekuatnya dan membentak, “Apa urusanmu dengan ini, kembalilah bekerja!”

Setelah hari petang Ia menemui Rasulullah ﷺ di Quba’ dan berkata,”Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah kuniatkan untuk sedekah” Rasulullah ﷺ bersabda “Makanlah dengan menyebut nama Allah Tetapi beliau tidak mengelurkan tangannya untuk menjamah makanan itu. Salman berkata didalam hati (Demi Allah inilah satu dari tanda-tandanya, ia tidak mau memakan harta sedekah).

Setelah itu Salman pulang dan kembali keesokan harinya untuk menemui Rasulullah ﷺ sambil membawa makanan dan berkata, “Aku melihat Tuan tidak sudi memakan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin kuserahkan kepada tuan sebagai hadiah” Rasulullah ﷺ bersabda, “Makanlah dengan menyebut nama Allah dan beliau pun turut makan bersama mereka. Salman kembali berbisik didalam hati (Demi Allah inilah tanda yang kedua, bahwa Ia bersedia menerima hadiah)

Setelah itu Salman pulang. Dan beberapa hari kemudian Ia pergi mencari Rasulullah ﷺ dan bertemu di Baqi’, saat sedang mengiring jenazah dan dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Beliau memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.

Salman mengucapkan salam dan menyejajarkan tubuhnya dengan Rasulullah ﷺ untuk melihat bagian atas punggungnya. Ternyata beliau memahami keinginannya dan menyingkap kain burdah beliau dari lehernya hingga tampak pada pundaknya apa yang Salman cari, yaitu cap kenabian seperti yang disebutkan pendeta dulu. Salman langsung membalikkan badan dan menciumnya sambil menangis. Kemudian Ia duduk dihadapan Rasulullah ﷺ dan menceitakan kisah perjalanannya. Kemudian Salman memeluk Islam.

Salman harus menempuh daerah yang belum dikenal dengan segala halangan dan beban penderitaan, serta pindah dari satu daerah kedaerah lain, satu negeri ke negeri lain, tidak kenal letih dan lelah serta selalu beribadah dengan tekun. Pandangan yang tajam menemukan jalan kebenaran. Pengorbanan yang mulia Ia jalani demi mencapai hidayah Allah , bahkan Ia pernah dijual sebagai budak. Namun Allah menganugerahkan ganjaran yang setimpal hingga dipertemukan dengan Kebenaran Islam dan RasulNya, Ia dikaruniai usia lanjut hingga  dapat menyaksikan bagaimana Panji-Panji Allah berkibaran diseluruh pelosok dunia, sementara umat Islam mengisi ruangan dan sudut-sudutnya dengan hidayah Allah ,  serta dengan kemakmuran dan keadilan

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button