
Idemuslim.com | MUSLIM YOUTH — Merasa sudah berdo’a berkali-kali namun kok rasanya tidak terkabul-kabul juga?! Bisa jadi bukan karena Allah Ta’ala tidak mengabulkan, karena Dia adalah Robb Al-Mujib (yang Maha Mengabulkan Do’a). Tapi karena ada yang menghalangi do’a-do’a tersebut sehingga tidak sampai kepada Allah Ta’ala. Apabila penghalang-penghalang ini sirna, maka tidak ada yang dapat menghentikan do’a-do’a kita untuk melesat dan melangit menuju Robb semesta alam.
Seorang mukmin sejati tentulah sangat perlu memahami sebab-sebab terkabulnya do’a, karena do’a adalah perkara yang sangat penting baginya. Nabi ﷺ. bersabda, “Do’a adalah senjata orang beriman dan tiangnya agama serta cahaya langit dan bumi,” (HR. Hakim dan Abu Ya’la). Mengapa do’a disebut senjata? karena orang beriman senantiasa memiliki musuh dalam hidupnya. Bukankah syaithan adalah musuh yang nyata? dan hawa nafsu seringkali menjerumuskan pemiliknya? Bahkan dunia pun dengan tipudayanya juga tidak jarang menggiring ke dalam jurang nestapa. Oleh sebab itu mukmin harus punya senjata dan mengarahkannya ke arah yang tepat supaya musuh-musuh tadi dapat “dibunuh” dan ia pun menjadi orang yang bebas dan bahagia dalam beribadah kepada Tuhannya. Namun, apa yang terjadi bila senjata itu tumpul? ini lah penghalang kebahagiaan orang beriman. Mari kita simak 3 sebab do’a terhalang agar dapat kita hilangkan.
Pertama, Salah dalam Berdo’a
Suatu hari, ada seorang murid yang mengadukan kegundahannya pada sang guru. Dia menceritakan bahwa semalam tidak sempat mengulang pelajaran karena terlampau asik bermain game dan saat paginya sangat mengantuk karena tidur terlalu larut. Maka dia tak sempat mempersiapkan diri untuk ujian hari itu. Atas alasan tersebut, ia memohon kepada gurunya agar diberi keringanan untuk open book saat ujian. Kira-kira apakah sang guru akan mengijinkan? jelas tidak. Begitupun dengan do’a Apabila do’a kita mengandung sesuatu yang buruk, yang dengannya dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain, maka tak akan dikabulkan Allah Ta’ala.
Rasulullah ﷺ saat mengunjungi keluarga Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu. berkata kepada para sahabatnya. “Janganlah kalian meminta untuk diri kalian kecuali kebaikan, karena sesungguhnya malaikat mempercayai apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim).
Oleh sebab itu seorang mukmin haruslah tidak mengucapkan kecuali perkara yang baik-baik saja. Termasuk saat diri dilanda duka, nestapa, sakit dan sebagainya. Jangan sampai putus asa dan meminta kematian kepada Allah Swt. Bukankah yang berputus asa hanyalah orang-orang kafir? Inilah penghalang yang pertama. Maka mari kita tinggalkan segala ucapan-ucapan buruk saat berdo’a.
Kedua, Hati yang Tergesa-gesa
Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang hamba selalu dikabulkan doanya oleh Allah selagi ia tidak berdoa dengan sesuatu yang berdosa,atau memutus silaturahmi, atau tergesa-gesa.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan tergesa–gesa?” Rasulullah saw. menjawab, “orang yang tergesa-gesa adalah yang mengatakan saya berdoa kepada Allah tapi tidak dikabulkan kemudian ia mengeluh karenanya dan meninggalkan doa,” (HR. Muslim).
Ada sebuah analogi yang mengatakan berdo’a itu ibarat seseorang yang sedang mengayuh sepeda sedangkan ujung jalan yang dituju merupakan harapan dari do’a. Maka kegigihan untuk terus-menerus berdo’a adalah kayuhan demi kayuhan yang akan mengantarkan dia kepada puncak harapannya. Oleh sebab itu diperlukan juga kesabaran dari orang yang sedang berdoa, karena dengannya Allah akan semakin sayang dan cinta kepada hamba-Nya.
Ketiga, Dihalangi Faktor Luar
Do’a adalah inti ibadah, namun terkabulnya do’a dipengaruhi efek ibadah-ibadah di luarnya. Seorang shalafus sholeh pernah ditanya orang-orang yang datang mengerumuninya saat melewati sebuah pasar di kota Basrah. “Wahai Abu Ishaq, mengapa setiap kali kami berdo’a, do’a kami tidak dikabulkan?” Beliau kemudian menjawab, “Karena hati kalian sudah mati oleh sepuluh perkara; pertama, kalian mengetahui hak-hak Allah tetapi kalian tidak menunaikannya. Kedua, kalian mengira mencintai Rasulullah saw. tetapi kalian meninggalkan sunnahnya. Ketiga, kalian membaca Al-Qur’an tetapi kalian tidak megamalkan isinya. Keempat, kalian makan dari nikmat Allah tetapi kalian tidak mensyukurinya. Kelima, kalian mengatakan bahwa setan adalah musuh kalian tetapi kalian tidak memusuhinya. Keenam, kalian megatakan bahwa surga adalah haq namun kalian tidak berbuat untuk menggapainya. Ketujuh, kalian mengatakan bahwa neraka adalah haq tetapi kalian tidak menjauhi diri darinya. Kedelapan, kalian mengatakan bahwa kematian adalah haq namun kalian tidak bersiap menghadapinya. Kesembilan, kalian bangun dari tidur, lalu kalian menyibukkan diri dengan mencari aib orang lain dan kalian melupakan aib-aib kalian sendiri. Kesepuluh, kalian mengubur orang-orang mati di antara kalian tetapi kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka.” Inilah jawaban telak dari orang yang kemudian lebih dikenal sebagai Ibrahim bin Adham.
Sepuluh perkara di atas adalah gerbang dari segala macam kemaksiatan. Maka benarlah jika hati bisa mati karenanya. Hati yang mati tidak akan dapat merasakan setiap lafadz do’a yang dia ucapkan, alias hanya terucap dengan setengah hati saja. Maka bagaimana do’a dari hati yang mati dapat menembus langit? Oleh sebab itu, do’a bukan hanya kumpulan lafadz namun adalah rintihan qolbu yang memiliki idrak shila billah (kesadaran tentang hubungannya dengan Allah). Apabila hubungannya dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari tidak mencerminkan ketaatan dan taqwa, maka itulah yang menyebabkan hilangnya ‘kesadaran’ pada dirinya.
Baca Juga :
- Khutbah Rasulullah Jelang Ramadhan, Bekal Memasuki Bulan Suci!
- Tren Unboxing by Husband, Bukti Islam Tidak Lagi Jadi Rujukan
- Begini Formula Mengelola Keuangan Bisnis Ala Sahabat Rasulullah ﷺ!
- Majelis Cinta Rasulullah Batam, Adakan Kajian Bertema Pemuda & Dakwah
Namun, ada fakta terbalik yang menunjukkan sisi sebaliknya. Betapa sering kita jumpai orang-orang kafir, fasik, dzalim juga berdo’a dan dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah menerangkan dengan jelas terkait hal ini agar kita tidak tertipu dan menjadi bahan mawas diri terhadap perilaku sendiri. Nabi saw. bersabda, “Jika engkau menyaksikan Allah memberikan pada seseorang (kenikmatan) dunia atas kemaksiatannya, sesungguhnya itu adalah istidraj” (HR. Ahmad). Inilah batas yang jelas antara yang haq dan yang bathil. Tidak akan pernah sejalan antara ketaatan dengan kemaksiatan, sebagaimana minyak dan air yang tak akan pernah menyatu.
Mirisnya, di dalam sistem kehidupan serba kapitalistik dan sekuler hari ini, kaum muslimin dikepung dari segala sisi yang mensuasanakan bermacam aktifitas maksiat. Terlebih bila kemaksiatan tersebut merebak di dunia maya, maka tidak dapat dicegah kemudharatannya selain dengan kekuatan negara. Masalahnya, negara pun tidak serius dalam menghapuskan macam-macam kemaksiatan tersebut, sebab terbentur dengan jaminan hak kebebasan dalam berperilaku dan berpendapat yang dijamin konstitusi. Misalnya dalam memandang perilaku orang-orang penyuka sesama jenis, dan aktifitas zina, masih ada pembiaran dengan alasan suka sama suka.
Yang perlu kita ingat bahwa, kemaksiatan bukan hanya ketika melanggar larangan Allah Ta’ala. tetapi juga saat tidak menjalankan perintahNya. Efek dari peremehan sebuah kewajiban oleh seorang individu (misalnya sholat) akan berpengaruh bagi dirinya sendiri. Namun bagaimana jika yang diremehkan adalah kewajiban kolektif, dan yang meremehkan adalah kumpulan individu alias masyarakat?!. Misalnya tentang kewajiban berekonomi dengan basis hukum syari’ah; menjaga interaksi antar lawan jenis termasuk menutup aurat dan menjaga pandangan, beraktifitas tanpa ada unsur tasyabuh dan kesyirikan dalam adat dan budaya, serta masih banyak lagi kewajiban-kewajiban kolektif yang sering dilupakan masyarakat kita. Maka sudah tentu efek dosanya juga berpengaruh secara kolektif pula.
Tidak hanya itu, negara sebagai pelindung rakyat juga punya kewajiban sesuai perintah dan larangan Allah Ta’ala. Lantas bagaimana jika negara tidak dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, malah sebaliknya membuat kebijakan-kebijakan yang semakin menyusahkan kehidupan rakyat. Misalnya dengan menarik pajak dari bermacam aspek, merampas tanah adat untuk kepentingan korporasi, menghadirkan teror kepada suara-suara kritik dan masih banyak hal lainnya. Bukankah itu kemaksiatan yang sangat besar? Di satu sisi kita berd’oa agar negeri ini menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur. Padahal di sisi lain, justru aktifitas kita sebagai individu,masyarakat, dan orang yang bernegara malah menghalangi do’a-do’a tersebut. Ini sebuah ambiguitas yang harus dirubah dari akar masalahnya, yakni sistem kehidupan sekuler menuju sistem kehidupan yang Islami.
Allah Maha Penyayang lagi Maha Penerima Taubat. Masih terbuka kesempatan bagi kita untuk terus memperbaiki diri secara utuh agar doa yang dipanjatkan menjadi bermakna dan dikabulkan oleh Allah Swt. tanpa adanya sekat yang menghalangi lagi. Satu lagi yang perlu diingat adalah bahwa Allah Swt sebagaimana prasangka hambaNya, maka berbaik sangkalah kepada Allah karena cara pengkabulan do’a tidak mesti sesuai dengan yang diharapkan. Bisa jadi Allah tunda dengan memberi pahala di akhirat, atau diganti dengan yang lebih baik. Semoga kita orang yang istiqomah dalam kebaikan dan tidak berputus asa menaruh harapan kepada Dzat yang Maha Mengabulkan Do’a. Wallahu’alam bish showab.
Sumber Rujukan : Motivasi Nafsiyah Pengokoh Jiwa Nan Gundah karya: M. Rahmat Kurnia dan M. Iwan Januar
Maa Sya Allah tabarakallah…semoga tulisan ini menjadi amalan jariyah aamiin Ya Allah
Aamiin Allahumma Aamiin