Selamatkan Generasi Muslim!

Oleh : Abdullah Efendy, S.Pd, CLMQ
Idemuslim.com, MUSLIM YOUTH — Berkaca dari sudut pandang Islam, maka seorang muslim dikatakan selamat, ketika ia masuk kedalam agamanya secara totalitas. Keharusan tersebut, dinukil dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat. Salah satunya, Firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (QS. Al-Baqarah ayat 208).
Firman ini turun perihal Abdullah bin Salam bersama para sahabatnya yang berasal dari Yahudi Bani Nadhir di Madinah. Meskipun sudah memeluk Islam, mereka masih terpengaruh oleh norma-norma agama Yahudi seperti penghormatan terhadap hari Sabtu dan keharaman daging unta. Padahal Islam, telah jelas mensyariatkan tentang ibadah dalam Islam (sholat) serta perihal memakan daging unta. Syaikh Wahbah Az-Zuhayli menjelaskan sikap setengah-setengah ini yang ditegur oleh Allah Ta’ala kepada Abdullah bin Salam. Dalam keterangannya disebutkan :
ا أيها المؤمنون ادخلوا في الإسلام بكليته دون تجزئة أو سالموا، واعملوا بجميع أحكامه فلا تنافقوا واحذروا وساوس الشيطان ولا تطيعوا ما يأمركم به إنه عدو ظاهر العداوة لكم. أخرج الطبراني أن هذه الآية نزلت في عبد الله بن سلام وأصحابه من اليهود لما عظموا السبت وكرهوا الإبل بعد قبول الإسلام فأنكر عليهم المسلمون
Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam seluruhnya, bukan sebagian-sebagian, atau berdamailah, dan beramallah sesuai dengan semua hukumnya. Jangan bersikap munafik. Waspadalah bisikan setan. Jangan kalian ikuti apa yang diperintahkan setan karena ia adalah musuh yang jelas-jelas memusuhimu. At-Thabarani meriwayatkan bahwa ayat ini turun perihal Abdullah bin Salam dan sahabatnya dari kalangan Yahudi ketika mereka mengagungkan hari Sabtu dan enggan terhadap daging unta setelah mereka memeluk Islam. Tetapi sikap mereka diingkari oleh para sahabat rasul lainnya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsirul Wajiz, [Damaskus, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 33).
kata ‘as-silmi’ dalam ayat diatas diartikan sebagai agama Islam sebagaimana keterangan Syekh M Jamaluddin Al-Qasimi berikut ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ-بكسر السين وفتحها مع إسكان اللام، فيهما قراءتان سبعيتان-أي: في الإسلام. قال امرؤ القيس بن عابس: فلست مبدلاً بالله رباً ولا مستبدلاً بالسلم ديناً ومثله قول أخي كندةدعوت عشيرتي للسلم لما رأيتهم تولوا مدبرينا
Artinya, “Kata ‘as-silmi’ dibaca fathah atau kasrah pada huruf sin dan sukun pada lam. Keduanya merupakan bacaan qiraah sab’ah. Maksudnya adalah Islam. Umru’ul Qais bin Abis mengatakan dalam syairnya, Aku tidak mengganti Allah sebagai tuhan/juga tidak mengganti Islam sebagai agama. Akhi Kandah juga mengatakan, Aku mengajak keluargaku pada Islam/ketika aku melihat mereka berpaling dari kita,” (Lihat M Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasinut Ta’wil, [tanpa keterangan kota dan nama penerbit: 1957 M/1376 H], juz I, halaman 513).
Teguran ini, tentu bukan cuma berlaku pada Abdullah bin Salam, namun tentu semua kaum muslimin. Satu hal yang dikhawatirkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, adalah perihal ini. ketika generasi kaum muslim yang hadir jauh setelah wafatnya beliau, tidak mengambil Islam secara kaffah sehingga mereka tertimpa fitnah yang merusak mereka. Alih-alih bangga dengan Islam, mereka justru mengolok-olok Islam. Mereka lebih hafal lagu tiktok, ketimbang surah Al-Qur’an. Mereka lebih kenal Oppa-oppa korea, ketimbang Sirah Nabawiyah. Mereka lebih hobby bermain game online, ketimbang menyimak kajian Islam. Mereka lebih enjoy memperpanjang angan-angan dunia, ketimbang beramal untuk akhiratnya.
Fenomena setengah-setengah dalam mempelajari islam, akan menghanyutkan generasi muslimin dari kebingungan bersikap. Ditambah jika mereka tidak menemukan sosok yang terang (ulama) yang mengajarkan mereka. Mereka dicecar dengan kebingungan batas-batas toleransi. Dipertontonkan dengan kejahiliyahan berfikir dalam doktrin antiradikalisme. Dipersuasi untuk meninggalkan syariat agama mereka, dengan dalih kebudayaan.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar generasi saat ini terselamatkan dari fitnah keji tersebut?
- Mengajarkan generasi muda tentang Rabb-nya
Mengenal Allah, artinya mengajarkan mereka tentang tauhid. Tentang apa sebenarnya tujuan hidup mereka di dunia ini. Bahwa tugas mereka ialah beribadah kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tugas ini dipikul oleh para orang tua, sekolah, bahkan seluruh kaum muslimin. Mereka harus mengenalkan siapa Rabb-nya, sebagaimana pengajaran Imran pada anaknya. Sebagaimana yang diajarkan Ibrahim ‘alaihi salam pada putranya Ismail ‘alaihi salam.
2. Memahamkan mereka tentang Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
Muslim itu bukan sekedar identitas, tapi loyalitas. Loyalitas itu dibangun atas dasar keyakinan. Keyakinan bahwa Rasulullah adalah sebaik-baik panutan. Tentu harus diperkenalkan, disyiarkan dan diteladani.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh (QS. al-Ahzâb/33:21)
Inipun ialah tugas kita dari berbagai lingkup pendidik. Orang tua, masyarakat, sekolah hendaknya mengambil peran ini dengan serius. Sebab generasi muda, adalah pelanjut estafet Islam. Jangan sampai kita memarahi anak kecil yang rebut di masjid saat sholat, tapi mendiamkan pemuda yang main game online meninggalkan sholat. Kenalkan mereka tentang agama mereka, dan tentu kepada sang pembawa agama itu (Rasulullah). Bacakan pada mereka Sirah Nabawiyah. Jelaskan pada mereka keteladanan Nabi dalam bentuk amaliyah (perbuatan) sehari-hari.
3. Memahamkan mereka tentang alasan memilih Islam
Tatkala Rasulullah berdakwah di Makkah dan Madinah, beliau selalu menjelaskan Islam dari segi yang dapat dijangkau akal. Bahkan salah satu pimpinan Quraisy, Abu Sufyan (sebelum memeluk Islam) mengenal betul tentang Islam. Beliau bisa menjawab berbagai pertanyaan Heraklius dengan tepat, saat pengiriman delegasi Daulah ke Romawi.Berdasarkan kejadian itu, tentu kita bisa bernalar sejauh mana keberhasilan dakwah Rasulullah mengenalkan Islam dari Makkah, ke Madinah hingga seluruh dunia.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Bagaimana dengan kita? Yakinkah generasi kita sudah mengenal dan memahami agamanya dari sumber yang benar (Al-Qur’an dan Sunnah). Jangan sampai ia lebih mengenal Islam dari kaum munafikun. Ia mengenal Islam dari propaganda dan fitnah para pembenci Islam. Hingga ia besar dan berdiri diposisi pembenci Islam, padahal KTP nya beragama Islam. Jangan sampai kita lebih mengenalkan apa itu teori gravitasi, Bahasa inggris, manajemen financial, hingga kuliah di Amerika, namun luput menjelaskan agamanya dan alasan memilihnya.Terorisme, Radikalisme, Fundamentalisme tidak lahir dari Islam. Bahkan istilah-istilah itu tidak bersumber dari Islam, dan pemaknaanya jauh dari pemahaman Islam. Ketika seorang pemuda, ataupun siapapun mengenal benar Islam, maka ia pasti mengatakan Islam itu indah, logic, amazing dan sempurna. Mengajarkan anak-anak kita tentang 3 hal penting ini, sama dengan menyelamatkan mereka dari fitnah yang kini semakin menjamur dimana-mana. Tentu tanggung jawab ini dipikul oleh seluruh kaum muslimin. Jadikan ini sebagai wasilah kebaikan bukan beban!! Wallahu ‘alam []