Muslim YouthPendidikan Islam

Simpang Siur Seputar Zakat, Bolehkah Diberikan Selain 8 Asnaf?

Oleh: Abdullah Efendy, S.Pd., CLMQ

Idemuslim.com, PENDIDIKAN ISLAM — Perlu diketahui, dalam ayat Al-Qur’an perintah berzakat senantiasa berbarengan dengan perintah sholat sebanyak 82 ayat. Salah satunya pada firman Allah Ta’ala :

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (TQS. Al-Baqarah: 43)

Zakat termasuk bagian dari rukun Islam. Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah menulis dalam kitab beliau, Fiqh Sunnah I : 281, bahwa “Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah amat sangat terkenal sehingga termasuk dharuriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang andaikata ada seseorang yang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali, ia  baru masuk islam (mualaf) sehingga belum mengerti berbagai syariat Islam, maka ia dimaafkan.

Pada kajian sejarah Islam, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pun pernah memerangi  kaum yang berasal dari daerah hijaz dan Nejed karena tidak mau membayar zakat.  Sampai akhirnya dikisahkan dalam buku 150 Kisah Abu Bakar Al-Shiddiq (2016) karya Ahmad ‘Abdul ‘Al Al-Thanthaqi, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata pada Umar bin khattab radhiyallahu ‘anhu, “Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang membedakan antara kewajiban salat dengan zakat.” Ini merupakan qarinah, atas urgensi zakat dalam Islam.

DEFENISI ZAKAT DAN JENIS-JENISNYA?

Menurut DR. Ahmad Zain An Najah, Lc.Ma bahwa Zakat, berasal dari kata “zakkaa – yuzakkii – tazkiyatan – zakaatan” yang memiliki 3 pengertian :

1. Pertama : An-Nama (tumbuh dan berkembang), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakat darinya, tidaklah akan berkurang, justru akan tumbuh dan berkembang lebih banyak.

2. Kedua : Ath-Thaharah (suci), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memilikinya dari kotoran hasad, dengki dan bakhil.

3. Ketiga : Ash-Sholahu (baik), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi baik dan zakat sendiri akan memperbaiki kwalitas harta tersebut dan memperbaiki amal yang memilikinya.

Beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat adalah:

  1. Atsman (emas, perak dan mata uang).
  2. Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
  3. Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).

Dengan persentase 1/40 atau 2,5% dari keseluruhan harta yang telah melebihi batas nishob. Sementara untuk hewan ternak (unta, sapi dan kambing) ada ketentuan khusus. Begitu juga untuk hasil pertanian maupun harta karun (rikaz) yang punya penetapan tersendiri.

SIAPAKAH YANG WAJIB MENGELUARKAN ZAKAT & YANG BERHAK MENERIMANYA?

Dalam kitab Al Wajiz, karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi disebutkan bahwa Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta benda yang sudah mencapai batas nishobnya. Adapun penyalurannya, hanyalah boleh pada 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) sebagaimana telah ditegaskan dalam ayat berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (TQS. At Taubah: 60).

BOLEHKAH DIGUNAKAN SELAIN UNTUK 8 ASNAF?

Jika kita lihat dalam diawal surah tersebut (At-Taubah : 60) maka ayat ini dengan jelas menggunakan kata إِنَّمَا “innama” yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk 8 golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama Baznas, Arifin Purwakananta menyatakan, “penyaluran zakat dilakukan sesuai syariat Islam”. Maka penggunaan dana zakat, selain pada 8 asnaf tersebut, semisal pembangunan infrastruktur, membayar hutang negara, dan sebagainya tidak diperkenankan.

Bagaimana jika digunakan untuk penanganan covid-19 seperti hari ini? Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infak, dan Shadaqah untuk Penanggulangan Covid-19 dan Dampaknya. Dalam penjelasan ketentuan hukumnya maka tetap mengacu pada 8 asnaf dan tidak boleh keluar dari itu. Pemberian bantuan bisa dalam bentuk makanan pokok, APD, masker dan sebagainya hanya saja boleh diberikan pada para mustahiq. Adapun untuk kebutuhan yang lain, maka dapat dipenuhi melalui sumber lainnya semisal sedekah, infaq atau sumbangan.

TATA  PENGELOLAAN ZAKAT DALAM DAULAH ISLAM

Dimasa dakwah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, zakat sudah diberlakukan bahkan ketika di Makkah. Meskipun tentu ada perbedaan antara besaran zakatnya berbanding dengan Madinah. Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, di Mekkah belum ada nisab, haul, dan aturan-aturan lainnya. Namun untuk orang yang mengelolanya sudah diatur dan Nabi Muhammad beserta sahabat. Kata beliau :

“Zakat di masa itu tidak ditentukan batasnya, namun diserahkan pada rasa iman dan kemurahan hati serta perasaan tanggung jawab seseorang atas orang lain,” jelas Syaikh Al-Qardhawi dalam Fiqih Zakat.

Berbeda Ketika Rasulullah telah menjadi pemimpin di Madinah, saat ditegakkannya Daulah Islam Nabawiyah. Tepatnya di tahun ke-2 hijriah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengutus Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi Qadli di Yaman. Ia memberikan nasihat kepadanya untuk menyampaikan kepada ahli kitab mengenai ajakan berislam dan beberapa hal. Salah satunya adalah mengenai aturan zakat dalam Islam. Orang-orang kaya diwajibkan untuk membantu yang miskin. Ajakan ini pun menuai simpati dan ketertarikan raja-raja.

Dilanjutkan dimasa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Semasa kepemimpinan beliau, pengaturan penarikan zakat dibuat lebih tegas dan sistematis. Negara menetapkan pengelolaan amil zakat, sehingga terjadi pembagian yang jelas. Siapa yang menarik, menghitung, serta menyalurkan kepada mustahiq yang langsung berada dibawah kepemimpinan negara.

Zakat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta untuk membantu saudara lain yang kekurangan. Contoh yang sangat mahsyur adalah pada masa ke Khalifahan Umar bin Abdul Azis rahimahullahu. Di masa kepemimpinan beliau dalam 30 hari berhasil memberantas kemiskinan di masyarakatnya dan semua zakat dikelola secara produktif. Bahkan banyak yang akhirnya menolak diberikan zakat sebab telah tercukupi berbagai kebutuhannya.

Kesimpulannya, yang harus dipahami bahwa dalam pengelolaan zakat, tentu haruslah berdasarkan tata cara Islam. Sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, dengan metode yang benar sebagaimana dinukil para salaful ummah dan ulama mujtahid. Penerapannya tidak akan terlepas dari tata cara pengelolaan ekonomi yang berbasis islam, kepengelolaan hak milik, individu, umum dan negara. Serta tidak dibenarkan sewenang-wenang, apalagi untuk kepentingan yang batil, seperti membayar transaksi ribawi dan sebagainya. Wallahu ‘alam []

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button