EkonomiFinancial
Trending

Sistem Ekonomi Islam, Tawarkan Solusi Indonesia Bebas Utang!

Oleh : Abdullah Efendy, S.Pd., CLMQ

Idemuslim.com, EKONOMI — Indonesia Bebas Utang, adalah satu kalimat yang terkesan tendensius, jika kita berkaca pada dunia Internasional, yang majority menerapkan sistem ekonomi kapitalistik. Bagi Kapitalis, utang sebuah negara adalah tali yang mengikat dan memuluskan berbagai keinginan segelintir Kapital. Indonesia merdeka, dengan mencatatkan utang perdananya kepada belanda sebesar 4,3 miliar gulden atau setara 1,13 miliar dollar AS saat itu. Bahkan menjadi satu topik perdebatan sengit saat Konferensi Meja Bundar. Amerika, sebagai negara yang digadang sebagai Adidaya atau superpower, juga tak kalah besar! Dilansir dari CNN, Selasa (2/2/2022), data terakhir Departemen Keuangan AS mencatatkan utang publik yang beredar telah menembus 30 triliun dollar AS atau setara sekitar Rp 432.000 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per dollar AS).

Utang, dalam perspektif sebuah negara saat ini, menjadi solusi singkat jika realisasi penerimaan negara lebih kecil dibandingkan kebutuhan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alhasil, negara defisit sebab pagu belanja negara lebih besar dari penerimaan yang ada. Untuk terus menopang perekonomian dan berbagai rencana kerja negara, stabilisasi, pembangunan dan alokasi, utang-pun menjadi solusi. Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2021 sebesar USD415,1 miliar (www.kemenkeu.go.id)

Mengapa Indonesia Sulit Bebas Dari Utang?

Jika seorang ayah ingin mewariskan harta dan aset pada anak cucu, negara justru mewariskan utang. Hingga warisan dari ayah, dibayarkan untuk utang negara! Mungkin itu satire yang diucapkan para pengamat ekonomi, saat mengetahui bahwa setiap per-kepala penduduk Indonesia, bahkan bayi baru lahirpun, harus menanggung utang negara.

Bukan hanya di Indonesia, namun diberbagai negara lainnya, utang senantiasa mencekik arus perekonomian! Hal itu terjadi sebab sistem ekonomi kapitalis yang menjerat mereka. Sistem ala Adam Smith ini, memandang bahwa pasar harus bebas dari intervensi pemerintah. Negara hanya bertugas sebagai regulator, pengawas atas semua pekerjaan yang dilakukan rakyatnya. Pandangan adanya invisible hand ini, akhirnya memuluskan para kapitalis untuk membangun, mendirikan dan mengelola aset dimana saja, asal memiliki modal. Maka berdirilah berbagai perusahaan raksasa, diberbagai wilayah, pada sektor-sektor vital sebuah negara tertentu. Mereka dilindungi dengan berbagai pasal karet, seperti UU Minerba atau UU Ciptaker, peran oligarki, bahkan dukungan internasional semisal World Bank.

Baca Juga : Mendudukan Konsep Rezeki Dalam Islam

Fakta ini, membuat negara hanya bergantung pada Pajak. Tidak terkecuali Indonesia, yang lebih dari 80% pendapatannya berasal dari Pajak. Baik itu Pajak PPH, PPN, Cukai, PBB dan selainnya. Adapun Sumber Daya Alamnya, justru dikelola oleh perusahaan asing. Sebut saja Freeport dari Amerika misalnya, yang menurut Menteri Erick Thohir rencana keuntungan laba bersih pada Desember 2021 mencapai Rp 105 triliun. Ada lagi PetroChina dari Cina, Chevron dari Amerika, adapula INCO, Newmont, Blok Rokan dan masih banyak perusahaan kelas kakap lainnya.

Meski setelah berpuluh tahun lamanya, beberapa perusahaan tersebut berhasil di akuisisi dan divestasi, baik melalui Bursa Efek ataupun langkah-langkah lainnya. Namun, upaya tersebut, tidak serta merta melepaskan jeratan kapitalis bagi negeri ini. Dengan adanya Bursa Efek misalnya, para Kapital dengan modal besar bisa dengan mudah mengakuisisi saham-saham tertentu, baik dalam maupun luar negeri, pada perusahaan-perusahaan terbuka (Tbk) yang telah meletakkan IPO di Bursa. Walhasil, lagi-lagi siapa yang makin kaya? Tentu yang punya modal! Lalu rakyat dapat apa?

Sistem Ekonomi Islam, Indonesia Bebas Utang!

Dalam pembahasan ekonomi, Islam memiliki ciri khas dalam meregulasi rancangan APBN-nya. Sebagai agama dan ideologi yang bertujuan menciptakan kemaslahatan dunia akhirat, sudah barang tentu aturan-aturan yang diberlakukan didalamnya sesuai dengan Maqashid Syariah, salah satunya dalam menjaga harta kaum muslimin.

Baca Juga : Pengusaha Muslim ini, Sukses Merambah Pasar Coffee hingga ke Pulau Jawa!

Islam tentu tidak hanya membahas ekonomi mikro, seperti UMKM, produk barang dan jasa, objek akad, pengaturan laba, perdagangan yang jujur dan sebagainya. Namun juga membahas ekonomi makro, yang secara umum membahas ekonomi secara keseluruhan. Dalam merancang APBN sesuai Islam, maka sumber pendanaan negara, dibagi menjadi 3 Sumber Utama :

1. Dari kepemilikan individu, seperti Zakat, Infaq dan Shadaqah

Tidak seperti pajak dengan nominal 10% atau lebih, dan diwajibkan baik bagi siapapun termasuk kaum miskin. Zakat justru hanya 2,5% dan itupun hanya setahun sekali (zakat fitrah) untuk membantu kaum yang tergolong 8 asnaf. Dari Aisyah dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum, mereka mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ كُلِّ عِشْرِينَ دِينَارًا فَصَاعِدًا نِصْفَ دِينَارٍ ، وَمِنْ الْأَرْبَعِينَ دِينَارًا دِينَارًا

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil zakat dari 20 dinar atau lebih sebesar ½ dinar. Sementara dari 40 dinar masing-masing diambil satu dinar-satu dinar. (HR. Ibnu Majah 1863, Daruquthni 1919, dan dishahihkan al-Albani).

Adapun infaq dan shadaqoh, juga hanya bagi yang mampu sesuai dengan kemampuan financial masing-masing. Tanpa adanya paksaan atau regulasi yang mengikat dari negara.

2. Dari Kepemilikan Umum, Seperti : Pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, batubara, gas, hutan, lautan dan sebagainya

Dalam islam, kepemilikan umum adalah kepemilikan bersama, tidak boleh dimiliki satu atau segelintir orang seperti yang diadopsi Kapitalis. Pengelolaan oleh negara haruslah diperuntukkan untuk masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dalilnya adalah hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

3. Ketiga dari kepemilikan negara seperti ghanimah, fa’i, jizyah, kharaj, dan lainya

Kepemilikan ini adalah hak negara, yang diregulasikan untuk sesuai dengan kepemimpinan Islam dan Ijtihad. Tentu, haknya dikembalikan kepada kebermanfaatan kaum muslimin dan masyarakat daulah. Dengan menata ulang perencanaan dan penyusunan APBN sesuai Islam, maka tentu dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia, kita bisa terbebas dari berhutang. Misalnya dengan proyeksi potensi Kepemilikan Umum (SDA) kita yang sangat besar, sudah barang tentu akan memberikan kemakmuran bagi negeri ini. Terbebas dari praktik ekonomi ribawi, bebas intervensi kebijakan negara luar, dan independent dalam regulasi. Sehingga dalam kebijakan pendidikan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya dapat diberikan dengan kualitas terbaik dan cuma-cuma bagi masyarakat. Ingatlah firman Allah Ta’ala berikut :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS. Al-A’raf : 96)

Wallahu ‘alam []

 

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button