Urgensi Sistem Pendidikan Islam Pencetak Generasi Cemerlang

Penulis : Rahmah Khairani, S.Pd
Idemuslim.com | Pendidikan Islam — Beberapa waktu lalu di Sumatera Utara, seorang anak durhaka tega menganiaya ibu kandungnya lantaran tidak diberikan uang, hingga wajah sang ibu bercucuran darah karena dilempar handphone olehnya (Medan Pos Online.com, 16/2/22). Sebulan yang lalu, terjadi tawuran antar kelompok pemuda yang menewaskan 1 orang pelajar di kota Medan (Tribun Medan.com, 7/2/22/). Di sisi lain eks Kepala Sekolah SMAN 8 Medan didakwa korupsi Dana BOS Rp1,4 Miliar (Sumut.idntime.com, 7/2/22). Beberapa contoh kasus di atas adalah segelintir dari problematika yang berkaitan erat dengan sistem pendidikan di Indonesia. Pada kenyataannya ada yang salah dalam paradigma pendidikan sehingga output yang dihasilkan tidak mampu menjadi problem solver di tengah masyarakat.
Sangat perlu dikritisi, apakah sistem pendidikan di Indonesia memiliki metode yang sesuai dengan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasional? Menurut UU tersebut tepatnya pada pasal 3, fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah “…mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sungguh tujuan yang sangat mulia sebab iman dan taqwa menjadi indikator pertama dalam berpendidikan. Apabila hari ini tujuan tersebut masih jauh dari fakta yang ada, maka seharusnya ini menjadi perhatian utama seluruh elemen baik pemerintah maupun rakyat, sebab rusaknya kepribadian seseorang adalah awal dari kerusakan-kerusakan aspek-aspek kehidupan lainnya. Dalam pelaksanaan sistem pendidikan di negeri ini, tampak semakin jelas bahwa orientasinya mengarah kepada dunia industri semata. Hal ini berdasarkan kebijakan terbaru dari Kemendikbudristek dalam program Kampus Merdeka yang memposisikan status mahasiswa sebagai orang-orang yang harus dibekali sedemikian rupa untuk siap memasuki dunia kerja. Lantas apakah hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan sebelumnya?
Pendidikan sebagai lembaga yang membentuk kepribadian manusia menempati posisi tertinggi dari hierarki sistem kehidupan manusia. Maka wajar jika kepribadian manusia yang dididik dengan sistem pendidikan rusak, juga akan merusak setiap yang dikelola oleh manusia tersebut. Oleh sebab itu, Islam telah mendahului manusia dalam menentukan baik dan buruk yang akan menimpa mereka. Di dalam Islam, pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian yang khas yakni berpola pikir Islam dan berpola sikap Islam. Semua itu diperoleh dari aktivitas menuntut ilmu sepanjang hayat yang diberikan oleh negara secara lengkap tanpa pungutan biaya. Diantara tujuan-tujuan mulia dalam menuntut ilmu di dalam Islam adalah:
1. Mencetak generasi yang berkepribadian Islam.
Seorang muslim sudah seharusnya memiliki kepribadian yang khas berlandaskan aqidah Islam. Kepribadian Islam dapat terbentuk dengan adanya proses pembinaan secara terus menerus dengan metode pembelajaran talaqqiyan fikriyan. Oleh sebab itu, di dalam kurikulum pendidikan Islam, para pelajar dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dididik dengan metode tersebut untuk menjadikan pola pikir mereka berbanding lurus dengan pola sikapnya. Sehingga akan lahir sikap taqwa kepada Allah ta’ala pada diri-diri umat, membentengi mereka dari sifat-sifata keburukan.
2. Menguasai Tsaqofah Islam
Ilmu dan tsaqofah memiliki perbedaan dari segi sifat kepemilikannya. Ilmu bersifat universal untuk seluruh umat, sedangkan tsaqofah bersifat khusus dan dinisbahkan kepada umat yang melahirkannya, yang memiliki ciri khas dan berbeda dengan yang lain. Ilmu adalah pengetahuan yang diambil melalui cara penelaahan, eksperimen dan kesimpulan. Sedangkan tsaqofah adalah pengetahuan yang diambil melalui berita-berita, talaqqiy, dan istinbath. Maka yang tsaqofah Islam adalah pengetahuan-pengetahuan yang menjadikan akidah Islam sebagai sebab dalam pembahasannya. Misalnya, siroh nabawiyah, bahasa Arab, fikih Islam, tafsir al-Qur’an, dan hadits. Seorang muslim yang menguasai tsaqofah Islam akan mengokohkan aqidah mereka sehingga mereka tidak akan mudah ‘teracuni’ dengan tasaqofah-tsaqofah asing yang bertentangan dengan Islam.
3. Menguasai Ilmu Kehidupan (Sains, Teknologi, dan Keahlian) yang memadai
Sekularisme telah menciptakan pandangan keliru yakni pemisahan antara ilmu kehidupan dan agama. Sistem sekuler menganggap dua hal tersebut tidak dapat disatukan seperti “bobot” dalam neraca dua lengan. Apabila salah satunya berat maka sisi lainnya pasti lebih ringan. Artinya, apabila seseorang ingin ahli dalam ilmu kehidupannya, maka jangan bawa-bawa agama, begitupun sebaliknya apabila seseorang ingin ahli dalam agamanya maka, jangan bawa-bawa ilmu kehidupan. Padahal dalam Islam faktanya tidak demikian sebab Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Ilmu sains, teknologi dan keahlian diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas, bahkan hukumnya adalah fadhu kifayah. Islam memandang bahwa ilmu kehidupan sangat penting dipelajari oleh kaum muslimin agar mereka dapat menaklukkan dunia. Ilmu baik tsaqofah maupun pengetahuan umum, dipandang penting karena menjadi tonggak berdirinya peradaban. Hal ini tergambar bahkan sejak zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Pembinaan untuk membentuk kepribadian Islam, telah dicontohkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Rasulullah menjadikan rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai “madrasah” menancapkan aqidah dan mengajarkan syari’ah kepada para sahabat. Dari rumah tersebut lahirlah para pejuang agama Allah yang siap terjun ke masyarakat, menjelaskan kerusakan sistem jahiliyah dan menawarkan tauhid sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat. Perhatian Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terhadap pendidikan juga tercermin dari sikap beliau yang memberikan syarat tebusan setiap pasukan kafir Quraisy perang badar dengan mengajarkan baca dan tulis 10 orang Islam.
Teladan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ini diteruskan oleh khalifah-khalifah umat Islam selanjutnya. Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan kebijakan yang sangat memuliakan jasa seorang guru dengan memberi gaji sebesar 15 dinar (63,75 gr emas= Rp 63,75 juta) per guru. Sementara Khalifah Harun Al-Rasyid juga menunjukkan perhatiannya terhadap penjagaan ilmu, yakni memberikan 1000 dinar (4250 gr emas = Rp >4M) kepada penghafal Al-Qur’an. Tidak hanya itu, Khalifah Al-Mustanshir pernah mendirikan Madrasah Al-Mustanshiriah di kota Baghdad. Beliau memberikan beasiswa 1 dinar dan biaya makan dan kebutuhan hidup bagi para siswa dan perawatan kesehatan gratis.
Beberapa contoh di atas adalah sedikit dari penghargaan Islam terhadap kedudukan ilmu. Betapa para pemimpin telah membuktikan apresiasi yang begitu tinggi terhadap penuntut ilmu, guru, maupun penjagaannya. Kegemilangan negara khilafah dalam mengelola pendidikan tidak terlepas dari sistem politik Islam dan sistem ekonomi Islam. Kedua pengaturan ini adalah penopang bangunan pendidikan. Sistem politik Islam menghasilkan kebijakan pendidikan berupa kurikulum untuk melahirkan intelektual yang bervisi keumatan, unggul, ahli polymate yang didedikasikan untuk kemashlahatan umat sehingga tercipta peradaban yang maju. Sedangkan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan seluruh warga negara termasuk dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang berasal dari Baitulmal, yakni dari pos fa’i dan kharaj serta pos milkiyyah ‘ammah.
Sistem pendidikan Islam telah melahirkan orang-orang yang tidak hanya ahli di bidang ilmu dunia tetapi juga faqih fiddin. Mereka mempelajari ilmu dunia untuk tujuan kemashlahatan manusia seluas-luasnya dengan satu dorongan yaitu ridho Allah ta’ala semata. Diantara orang-orang mahsyur yang lahir dari sistem pendidikan Islam dalam Khilafah adalah 1) Al-Jazari, seorang penemu dan insinyur genius. Salah satu penemuannya sangat fenomenal adalah jam gajah. 2) Abbas ibnu Firnas, Ilmuan pertama yang menemukan mesin terbang. Penemuannya ini menjadi cikal bakal ditemukannya pesawat. 3) Abdul Qosim Al-Zahrawi, seorang ahli dalam ilmu kedokteran, beliau juga menemukan alat-alat untuk kepentingan operasi. 4) Maryam Al-Asturlabi, seorang muslimah cerdas yang ahli di bidang astrologi hingga dapat menemukan alat yang disebut astorlobe yang menjadi cikal bakal ilmu astronomi modern.
Sejarah kegemilangan dunia pendidikan di bawah naungan Islam ini adalah sedikit dari sumbangsih peradaban Islam. Oleh sebab itu tidak heran jika pada masa kejayaan Islam, pendidikan mencapai kegemilangan era sampai mampu menjadi mercusuar dunia dan pelita bagi eropa yang saat itu tengah berada dalam kegelapan! Wallahu’alam bish showab